Rincian anggaran belanja negara untuk subsidi BBM dan elpiji dalam APBN-P 2012 sebesar Rp 137,379 triliun. Anggaran tersebut termasuk untuk membayar kekurangan subsidi BBM dan elpiji tahun 2011 sebesar 706 miliar, dan kekurangan bayar subsidi elpiji terutama konversinya, kurang lebih 3,5 triliun. Kemudian subsidi elpiji konversi gas untuk kendaraan mobil kurang lebih 54 miliar. Sehingga subsidi yang dialokasikan dan disepakati di dalam APBN-P 2012 adalah Rp 133,118 triliun. “Pertanyaannya, apakah dengan indikator tadi, volume total subsidi BBM yang disepakati 40 juta kilo liter dan 3,61 juta metrik ton elpiji, apakah betul Pemerintah membutuhkan anggaran beban subsidi kurang lebih 133 (triliun)?”
Demikian dikatakan Koordinator Divisi Monitoring dan Analisis Anggaran Indonesia Corruption Watch (ICW), Firdaus Ilyas di hadapan sidang pleno Mahkamah Konstitusi, Selasa (10/7/2012) siang. Sidang gabungan perkara 42/PUU-X/2012, 43/PUU-X/2012, 45/PUU-X/2012, dan 46/PUU-X/2012 ihwal pengujian formil dan materiil Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2012 tentang Perubahan Atas Undang-Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2011 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2012 (UU APBN-P 2012), beragendakan mendengar keterangan saksi dan ahli.
Firdaus melanjutkan, selama ini pemerintah mengatakan dengan kenaikan Indonesian Crude oil Price (ICP) dari 90 menjadi 105, jika harga premium dan solar tidak dinaikkan dari Rp 4.500,00 menjadi Rp 6.000,00, maka beban subsidi akan membengkak 170 sampai 180 triliun. Hal inilah yang menjadi alasan penaikan BBM. “Apakah pemerintah di dalam menghitung beban APBN ini sudah melakukan secara hati-hati, secara prudent, kemudian menggunakan basis data yang ada, sehingga didapatkan misalnya, rencana atau APBN yang efisien, transparan, akuntabel, dan bisa dipertanggungjawabkan?” tanya Firdaus.
Sementara itu Yanuar Rizky dalam kapasitasnya sebagai ahli Pemohon, antara lain memaparkan pengaruh memburuknya ekonomi Indonesia. Menurutnya, ekonomi Indonesia akan memburuk seiring memburuknya nilai tukar. Sedangkan nilai tukar berubah mengikuti pergerakan harga saham di Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di bursa efek Indonesia. Di Amerika Serikat masyarakat membeli BBM dengan harga pasar. Tapi sekarang literasi finansial di Amerika Serikat 76% masyarakat Amerika Serikat memiliki instrumen keuangan. “Artinya apa, kalau harga minyak naik, harga saham juga naik. Anda dapat madunya, anda juga harus dapat racunnya. Ketika kita memaksakan harga minyak ikut kepada bursa komoditas, apakah masyarakat kita mendapatkan madu dari bursa komoditas?” kata Yanuar.
Masalahnya, ketika nilai tukar berubah, terjadi gejolak di pasar minyak. Menurutnya, karut-marut APBN-P 2012 menunjukkan Indonesia adalah bangsa trader. “Kita tidak dipimpin oleh investor. Harusnya, APBN menjadi skema investasi. Apa yang ditanam hari ini, menyelesaikan persoalan kita di depan,” pungkasnya. (Nur Rosihin Ana/Dodi)