Mahkamah Konstitusi (MK) hari ini, Senin (9/7) mendapat kunjungan dari 58 siswa calon perwira Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat (TNI AD) yang berasal dari seluruh daerah di Indonesia. Kegiatan yang dinamai “Kunjungan Ilmiah” itu bertujuan agar para siswa mengetahui fungsi, kedudukan, dan kewenangan MK dalam sistim ketatanegaraan Indonesia. Beruntung, ke-58 siswa tersebut ditemui langsung oleh salah satu hakim konstitusi, M. Akil Mochtar yang sekaligus memberikan materi seputar MK.
Memulai paparannya, Akil mengatakan bahwa konstitusi merupakan hukum yang paling tinggi tingkatannya sehingga tujuan konstitusi pun haruslah berbentuk pencapaian tertinggi pula, yaitu keadilan (justice), ketertiban (order), dan perwujudan nilai-nilai ideal seperti kemerdekaan (freedom), kebebasan dan kemakmuran bersama (prosperity and welfare).
Terkait dengan MK sebagai lembaga pengawal konstitusi, keberadaan MK menjadi sangat penting atau fundamental bagi bangsa Indonesia. Fungsi sebagai pengawal konstitusi itu muncul ketika UUD 1945 mengalami amandemen seiring dengan keinginan untuk mewujudkan pemerintahan yang demokratis dengan mekanisme check and balance.
Amandemen UUD 1945 sendiri muncul karena adanya kelemahan pada UUD 1945 sebelumnya. Saat itu UUD 1945 dinilai tidak mampu menyelesaikan persolan-persoalan yang muncul dalam praktik ketatanegaraan. Hal itu menurut Akil karena dalam UUD 1945 yang belum diamandemen diterapkan sistem pembagian kekuasaan (distribution of power) yang tidak dilakukan dengan benar. Beruntungnya, amandemen konstitusi di Indonesia berjalan cukup baik karena, lagi-lagi, ada mekanisme check and balance. “Perubahan konstitusi Undang-Undang Dasar 1945 di Indonesia cukup bagus karena sistemnya saling mengontrol,” ujar Akil.
Penjelasan Akil beralih ke sejarah terbentuknya MK di Indonesia maupun dunia. Akil mengatakan dalam konteks dunia, keberadaan MK merupakan salah satu perkembangan pemikiran hukum dan kenegaraan modern yang muncul pada abad ke-20. “Austria adalah negara pertama di Eropa yang memiliki organ penjamin konstitusi dengan nomenklatur MK. Organ ini diusulkan oleh Profesor Hans Kelsen ketika ia diberi tugas mendesain konstitusi demokratis Austria sekitar tahun 1919,” papar Akil panjang lebar.
Sedangkan di Indonesia, gagasan dibentuknya MK sebenarnya sudah muncul saat Indonesia baru merdeka. Gagasan pembentukan MK di awal kemerdekaan Indonesia itu disampaikan oleh Muhammad Yamin pada sidang BPUPKI. Saat itu Yamin mengatakan diperlukan lembaga bernama Balai Agung yang dapat menguji undang-undang terhadap UUD 1945 atau konstitutional review. Namun saat itu Soepomo tidak setuju karena UUD yang disusun tidak menganut trias politica dan belum banyak sarjana hukum yang memiliki pengalaman untuk menggelar sidang pengujian UU itu. MK Indonesia sendiri merupakan MK yang ke-77 di dunia.
Terakhir, Akil menyampaikan tentang empat kewenangan dan satu kewajiban MK. Keempatnya, yaitu mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji UU terhadap UUD 1945, memutuskan sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh UUD 1945, memutuskan pembubaran Parpol, dan memutuskan perselisihan hasil pemilu. Sedangkan satu kewajiban yang dimiliki MK, yaitu memberikan putusan terhadap pendapat DPR mengenai dugaan pelanggaran hukum yang dilakukan presiden dan wakil presiden menurut UUD 1945. (Yusti Nurul Agustin/mh)