Drs. H. Chatib Rasyid, SH.MH. (Ketua PTA Semarang), bersama dengan Dr. H. Ahmad Fadlil Sumadi, SH. M.Hum.(Hakim Mahkamah Konstitusi), Prof. Dr. H. Ahmad Rofiq, M.Ag.(Sekretaris Umum MUI Jawa Tengah yang juga merupakan Guru Besar Hukum Islam IAIN Walisongo) serta M. Maizun Chozin, SH., (mahasiswa semester III Program Magister (S2) Ilmu Hukum Universitas Islam Sultan Agung (Unisula) Semarang) menjadi pembicara dalam Seminar Nasional yang bertajuk “Hak-Hak Konstitusional Anak dan Putusan Mahkamah Konstitusi Terhadap Hubungan Perdata Anak Dengan Ayah Biologisnya” di aula lantai III Fakultas Hukum Unissula.
Acara yang digelar oleh Program Pasca Sarjana Magister (S2) Ilmu Hukum Unisula pada haris Sabtu, 7 Juli 2012 tersebut diikuti oleh peserta yang terdiri dari para akademisi, praktisi hukum dan mahasiswa S2.
Pada kesempatan tersebut Chatib Rasyid membawakan materi yang berjudul “Anak Lahir Diluar Nikah (Secara Hukum) Berbeda dengan Anak Hasil Zina (Kajian Yuridis Terhadap Putusan MK Nomor 46/PUU-VIII/2010)”. “Mahkamah Konstitusi dan Putusan Judicial Review UU Perkawinan” merupakan materi yang disampaikan Ahmad Fadlil Sumadi, Ahmad Rofiq menyuguhkan pandangannya dalam makalah yang berjudul “Hak-Hak Konstitusional Anak dan Putusan Mahkamah Konstitusi No. 46/PUU-VII/2010 tentang Pengubahan Pasal 43 UUP tentang Hubungan Perdata Anak dengan Ayanh Biologisnya”. Sedangkan Maizun Chozin, satu-satunya yang masih berstatus mahasiswa S2, membawakan makalah yang berjudul “Kepastian Hukum Anak Lahir Di Luar Perkawinan (Hukum Positif) Pasca Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor: 46/PUU-VIII/2010 tanggal 27 Pebruari 2012 (Dalam Perspektif Penegakan Hukum)”.
Dengan makalahnya Chatib Rasyid nenbawa para peserta seminar untuk tetap berada dalam konteks dalam memahami putusan MK tersebut, yaitu konteks bahwa putusan MK tersebut merupakan uji materiil terhadap UU no 1 Tahun 1974. Ahmad Rofiq menyatakan bahwa bagaimanapun putusan MK ini harus dilakukan kajian dan analisa secara kritis, walaupun demikian suka atau tidak suka putusan MK tersebut merupakan putusan final dan tidak ada upaya hukum lagi maka diusulkan agar Undang-undang tentang MK dirubah agar putusan MK bukan merupakan putusan yang final. Sedangkan Maizun Chozin menyatakan bahwa implementasi putusan MK ini masih harus melewati jalan yang panjang dan biaya yang besar, karena untuk tes DNA ini memerlukan biaya tinggi.
Ahmad Fadlil Sumadi sebagai “gong”nya para pembicara, sebelum menyampaikan makalahnya mengingatkan para peserta seminar bahwa yang bersangkutan merupakan Hakim MK, pernyataan tersebut diulangnya kembali yang merupakan penekanan bahwa kehadirannya bukan untuk mempertahankan dan menilai putusan hakim MK tetapi dalam rangka membuka perspektif cara melihat dan memahami putusan MK tersebut, yaitu 1. bahwa putusan itu dijatuhkan oleh pengadilan mana?, 2. bagaimana kewenangan pengadilan tersebut?, 3. Undang-undang perkawinan itu seperti apa? 4. Dan dari segi kasus posisi dan bagaimana putusan tersebut?. Dengan menggunakan keempat perspektif tersebutlah cara memahami putusan MK nomor 46//PUU-VIII/2010 menurut Ahmad Fadlil Sumadi.