Sidang lanjutan Perkara Pengujian Undang-Undang (PUU) No. 30 tahun 2004 tentang Jabatan Notaris digelar hari ini, Kamis (5/7). Sidang kali ini merupakan sidang ketiga dengan agenda mendengarkan jawaban Pemerintah terhadap permohonan Pemohon. Pemerintah dalam keterangannya meminta Mahkamah Konstitusi (MK) menyatakan Pemohon tidak memiliki kedudukan hukum, menolak permohonan Pemohon untuk seluruhnya atau setidak-tidaknya menyatakan permohonan pengujian Pemohon tidak dapat diterima atau niet ontvankelijk verklaard, dan menyatakan ketentuan Pasal 66 ayat (1) UU No. 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris tidak bertentangan dengan UUD 1945.
Susdiyanto A. Praptono mewakili Pemerintah membacakan opening statement di hadapan pleno hakim yang diketua Wakil Ketua MK, Achmad Sodiki. Susdiyanti membacakan terkait kedudukan hukum Pemohon, Pemerintah mempertanyakan kepentingan Para Pemohon sebagai pihak yang menganggap hak dan/atau kewenangannya dirugikan dengan ketentuan Pasal 66 ayat (1) UU Jabatan Notaris. “Menurut Pemerintah, ketentuan a quo telah memberikan perlindungan yang seimbang antara upaya menjaga kerahasiaan akta otentik yang merupakan arsip negara dan upaya penegakan hukum melalui proses peradilan yang berlaku kepada seluruh warga negara tanpa terkecuali, sehingga ketentuan a quo tidak bertentangan dengan Pasal 27 ayat (1), dan Pasal 28D ayat (1) UUD 1945. Berdasarkan hal tersebut Pemerintah berpendapat, Pemohon dalam permohonan ini tidak memenuhi kualifikasi sebagai pihak yang memiliki kedudukan hukum,” ujar Susdiyanto membacakan opening statement Pemerintah.
Susdiyanto juga membacakan penjelasan Pemerintah terkait materi yang dimohonkan Pemohon. Pemerintah, seperti yang dikatakan Susdiyanto, menyatakan bahwa Indonesia menganut prinsip negara hukum. Artinya. Negara menjamin kepastian, ketertiban, dan perlindungan hukum dan salah satunya dijamin dengan adanya alat bukti yang menentukan dengan jelas hak dan kewajiban seseorang sebagai subjek hukum dalam masyarakat. “Untuk menjamin kepastian hukum guna memberikan perlindungan hukum, salah satu alat bukti yang terkuat dan terpenuh, dan mempunyai peranan penting adalah akta otentik,” ujar Susdiyanto.
Lebih lanjut Susdiyanto membacakan bahwa UU Jabatan Notaris menyatakan notaris berwenang membuat akta otentik mengenai semua peraturan, perjanjian, dan ketetapan yang diharuskan oleh peraturan perundang-undangan, dan/atau yang dikehendaki oleh yang berkepentingan untuk dinyatakan dalam akta otentik. Notaris juga menjamin kepastian tanggal pembuatan akta, menyimpan akta, memberikan grosse (salinan), dan kutipan akta. “Dalam menjalankan jabatannya salah satu kewajiban notaris adalah membuat akta dalam bentuk minuta akta, dan menyimpannya sebagai bagian dari protokol notaris. Protokol notaris adalah kumpulan dokumen yang merupakan arsip negara yang harus disimpan dan dipelihara oleh notaris,” lanjut Susdiyanto.
Susdiyanto kemudian menjabarkan beberapa pasal dalam UU Jabatan Notaris yang menyatakan kewajiban-kewajiban notaris seperti yang ia sebutkan di atas.
Sebelum mengakhiri penjelasannya, Susdiyanto mengatakan bahwa pemerintah berpendapat Majelis Pertimbangan Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 66 UU Jabatan Notaris diperlukan untuk menjaga keseimbangan dan kewajiban ingkar yang dimiliki oleh notaris dan proses penegakan hukum. “Hal demikian dibutuhkan untuk memberikan perlindungan hukum bagi seorang notaris dalam melaksanakan tugasnya. Dan untuk menjamin kredibilitas dan akuntabilitas dari putusan yang diberikan Majelis Pengawas terhadap permintaan sebagaimana dimaksudkan dalam Pasal 66 UU Jabatan Notaris, maka UU Jabatan Notaris telah mengatur komposisi dari Majelis Pengawas yang terdiri dari unsur pemerintah 3 orang, organisasi notaris 3 orang, ahli atau akademisi 3 orang, sehingga diharapkan penilaian yang diberikan dapat bersifat objektif dan dapat dipertanggungjawabkan,” tutup Susdiyanto membacakan opening statement Pemerintah yang ditandatangani menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia, Amir Syamsudin dan Jaksa Agung, Basrief Arief. (Yusti Nurul Agustin/mh)