(Berita Daerah - Jakarta), Mantan Menteri Hukum dan HAM Yusril Ihza Mahendra resmi mendaftarkan uji materil dan formil terhadap ketentuan putusan batal demi hukum yang diatur dalam Pasal 197 KUHAP ke Mahkamah Konstitusi (MK). Uji materil itu terkait keberatannya dengan eksekusi yang dilakukan jaksa eksekutor atas putusan Mahkamah Agung.
"Kemarin, hari Selasa 3 Juli lalu. Kami telah mendaftarkan uji materi ke MK," kata Yusril dalam surat elektroniknya kepada Liputan6.com, Jakarta, Kamis (5/7).
Yusril mencontohkan pada kasus yang membelit Direktur Utama PT Satui Bara Tama (PT SBT), Parlin Riduansyah, terpidana yang oleh Mahkamah Agung (MA) diputus bersalah. Namun putusannya ternyata tidak memenuhi ketentuan Pasal 197 ayat (1) huruf (k) KUHAP, sehingga menurut ayat (2) pasal tersebut, putusan tersebut batal demi hukum.
"Namun Kejagung tetap berkeras untuk melaksanakan putusan tersebut, sehingga masalah ini menjadi kontroversial," ucapnya.
Menurut pakar hukum tata negara itu, format putusan pemidanaan adalah sama, tidak kecuali MA. Jadi apabila putusan MA tidak mencantumkan perintah agar terdakwa ditahan, tetap ditahan atau dibebaskan, maka putusan itu batal demi hukum.
"Karena putusan batal demi hukum, maka putusan itu sejak semula harus dianggap tidak pernah ada," terangnya.
Selain itu Jaksa juga tidak dapat mengeksekusi putusan batal demi hukum, meskipun Pasal 270 KUHAP menyebutkan tugas jaksa sebagai eksekutor putusan pengadilan yang telah berkekuatan tetap.
"Kalau batal demi hukum, putusan itu dianggap tidak ada, apanya yang mau dieksekusi ” kata Yusril.
Bahkan kontroversi penafsiran Pasal 197 KUHAP sempat di bahas dalam Raker Komisi III DPR dengan Jaksa Agung.
Namun karena sampai hari ini, kontroversi belum berakhir, Yusril mengatakan biarlah MK yang menafsirkan makna Pasal 197 KUHAP itu. "Putusan MK bersifat final dan mengikat, karena itu wajib ditaati semua pihak".
Sementara menunggu putusan MK, Yusril minta Kejagung agar menahan diri agar tidak memaksakan eksekusi putusan yang batal demi hukum. Kalau tetap memaksa, akhirnya akan merugikan semuanya.
Parlin diputus bebas di persidangan tingkat pertama. Kejaksaan selanjutnya mengajukan kasasi. Dan Parlin dinyatakan terbukti melakukan tindak pidana dengan hukuman tiga tahun penjara.
Namun salinan putusan tersebut tidak memuat perintah penahanan terhadap Parlin sesuai Pasal 197 ayat (1) huruf k KUHAP (Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana), yang menjelaskan setiap putusan pemidanaan haruslah memuat perintah supaya terdakwa ditahan atau tetap dalam tahanan atau dibebaskan.
Pada Rabu (6/6), tanpa adanya surat pemanggilan dari Kejaksaan, jaksa mengepung rumah Parlin di Kelurahan Teluk Dalam, Banjarmasin, untuk menjemput Parlin masuk penjara.