Sejak dibentuk pada 13 Agustus 2003, Mahkamah Konstitusi (MK) memiliki empat kewenangan dan satu kewajiban. Wewenang utama MK adalah melakukan pengujian UU terhadap UUD. MK juga berwenang memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh UUD.
“Di samping itu MK berwenang memutus pembubaran partai politik dan memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum,” ungkap Hakim Konstitusi M. Akil Mochtar selaku narasumber Simposium Nasional bertema “Penguatan Partisipasi Masyarakat dalam Mewujudkan Peradilan Bersih” pada 29-30 Juni lalu yang diselenggarakan FH Universitas Dokter Soetomo, Surabaya.
Semua kewenangan MK tersebut tercantum dalam Pasal 24C Ayat (1) UUD 1945 yang berbunyi, “Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar, memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh Undang-Undang Dasar, memutus pembubaran partai politik, dan memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum.
Sedangkan kewajiban MK, ungkap Akil, memberikan putusan atas pendapat Dewan Perwakilan Rakyat mengenai dugaan pelanggaran oleh Presiden dan/atau Wakil Presiden menurut Undang-Undang Dasar. Kewajiban MK ini tercantum dalam Pasal 24C Ayat (2) UUD 1945.
Selain menjelaskan wewenang dan kewajiban MK, Akil juga menerangkan bahwa MK juga menyediakan fasilitas video conference untuk memudahkan persidangan jarak jauh maupun kuliah jarak jauh. Saat ini terdapat 39 fasilitas video conference di berbagai perguruan tinggi di Indonesia.
“Dengan adanya fasilitas video conference diharapkan agar masyarakat pencari keadilan mudah untuk mengakses berbagai informasi dari lembaga peradilan Mahkamah Konstitusi,” imbuh Akil serius.
Sementara itu Sekjen MK Janedjri M. Gaffar yang juga menjadi narasumber dalam simposium tersebut, menjelaskan bahwa Mahkamah Konstitusi telah mengembangkan teknologi cord recording system, bekerjasama dengan BPPT.
“Teknologi tersebut merupakan teknologi yang dikembangkan secara khusus dan berhasil mengubah bahasa lisan dalam ruang sidang menjadi bahasa tulisan secara cepat. Hasil teknologi itu antara lain menyediakan risalah persidangan tepat waktu, pihak-pihak berperkara maupun para hakim dan lainnya langsung dapat menerima risalah sidang saat itu juga,” urai Janedjri.
Simposium Nasional bertema “Penguatan Partisipasi Masyarakat dalam Mewujudkan Peradilan Bersih” ini dihadiri sejumlah pejabat dari berbagai lembaga negara. Selain Mahkamah Konstitusi (MK), hadir pula dari Mahkamah Agung (MA, Komisi Yudisial (KY), dan lainnya. (Hendy Prasetya/Nano Tresna A./mh)