Tanya Jawab
 
Kirim Pertanyaan
Nama
:
Email
:
Pertanyaan
:
Kode Keamanan
:


 
 

     

Nomor 102
23-09-2013
ujeng

Apabila gugatan perselisihan pemilukada sudah sudah ada no tanda terimanya, berapa hari tenggat waktu untuk registrasinya ?. Apakah untuk mendapat no registrasi ada biayanya ?

Di Jawaban Pada Tanggal : 25-09-2013


Yth. Ujeng,

 

Terima kasih atas pertanyaannya. Setelah permohonan perkara diajukan dan telah diterima/dicatat dalam buku penerimaan permohonan dan diberikan tanda terima, maka akan dilakukan pemeriksaan kelengkapan berkas permohonan sesuai ketentuan dalam Undang-Undang Mahkamah Konstitusi. Setelah berkas permohonan dinyatakan lengkap dan memenuhi syarat, selanjutnya akan dicatat dalam Buku Registrasi Perkara Konstitusi (BRPK) yang berarti akan mendapatkan nomor registrasi perkara. Berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan, tidak ditentukan batas waktu sejak permohonan diajukan sampai diregistrasi. Harap dipahami kalau berperkara di Mahkamah Konstitusi tidak dikenakan biaya apapun (gratis). Seandainya ada pihak-pihak tertentu yang meminta biaya administrasi dalam berperkara, harap melaporkan pada pihak yang berwajib karena hal tersebut tidak dibenarkan.

Terima kasih.

Nomor 101
23-09-2013
ujeng

bagaimana cara untuk melihat gugatan seseorang atau lembaga, sudah terregistrasi di mahkamaah konstitusi republik indonesia

Di Jawaban Pada Tanggal : 24-09-2013


Yth. Sdr. Ujeng,

Informasi perkara yang belum dan sudah diregistrasi dapat diperoleh pada laman ini pada menu "PENDAFTARAN PERKARA".

Terima kasih.

Nomor 99
21-09-2013
saverinus

Terima kasih atas jawaban yang disampaikan oleh pihak MK atas pertanyaan saya sebelumnya. Namun yang menjadi persoalan yang tidak bisa diterima secara akal sehat dan logika hukum adalah ‘APA YANG MENDASARI MK UNTUK TIDAK MELAKUKAN PERHITUNGAN ULANG ATAS 144 KOTAK SUARA BERMASALAH YANG TELAH DIHADIRKAN DI JAKARTA, walau memang diakui bahwa tibanya di Jakarta terlambat dari jadwal yang ditentukan. Apakah hanya karena factor keterlambatan satu hari itu, seluruh fakta hukum yang WAJIB DITELITI, HARUS DIABAIKAN?? Dalam kondisi demikian, di mana MK salah dalam menganalisa data atau mengabaikan proses penyelidikan atas fakta materiil tersebut di atas, tentu merupakan sebuah PROSES PEMBUSUKAN DEMOKRASI DAN SUPREMASI HUKUM. Tentu merupakan suatu sikap kurang pantas dan SANGAT MENCEDERAI ASAS KEPASTIAN HUKUM DI REPUBLIK INI. Mengapa demikian? Karena hanya demi sebuah dalil “Keputusan MK yang bersifat final dan mengikat,” sebuah kebenaran materiil dan faktual HARUS TERKOYAK-KOYAK. Apalagi MK sendiri kurang cermat dan ALFA dalam mengkaji data-data penting dalam proses persidangan. Untuk itu, sebagai warga Negara yang taat pada kebenaran dan keadilan, ingin meminta penjelasan pihak MK tentang: 1. Mengapa kotak suara yang berjumlah 144 kota itu tidak dijadikan alat bukti materiil dalam persidangan? Kalau alasan terlambat tiba di Jakarta, APAKAH HANYA DEMI MENGEJAR TARGET WAKTU, SEMUA FAKTA-FAKTA HUKUM PENTING HARUS DIABAIKAN? APAKAH TIDAK ADA UPAYA LAIN, misalnya MENUNDA WAKTU PEMBACAAN KEPUTUSAN DEMI MENCARI FAKTA HUKUM YANG SANGAT PENTING SEBAGAIMANA DIMAKSUD?? 2. Sebagai akibat KEALFAAN proses hukum yang dilakukan oleh MK, apakah KEADILAN HARUS DIKORBANKAN?? 3. ATAUKAH MK memiliki agenda lain dibalik semua proses hukum yang terkesan terburu-buru itu yang berakibat pada lahirnya sebuah keputusan hukum yang sangat amat Kontroversial?? Terkait komentar MK bahwa “adanya proses pidana perkara Pemilukada Kabupaten Sumba Barat Daya hal tersebut merupakan kewenangan peradilan umum untuk menanganinya dan tidak mempengaruhi putusan Mahkamah Konstitusi. Tindak pidana merupakan persoalan hukum pribadi yang bersangkutan dan berlaku setelah putusan incracht.” Penjelasan MK di atas, sungguh sebuah jawaban yang TIDAK MASUK AKAL dan MENCEDERAI RASA KEADILAN bagi kami sebagai masyarakat umum. Hal mana KPUD sebagai sebuah lembaga yang dijalankan oleh PRIBADI-PRIBADI anggota KPUD, dalam memutuskan sesuatu, yang TERNYATA SALAH, tapi tidak dapat dikoreksi hanya dengan alasan bahwa hal itu urusan masing-masing pribadi. Kalau logika hukum kita demikian, maka inilah sebuah awal kehancuran demokrasi. Ambil saja contoh, bilamana seorang presiden melakukan pelanggaran atas konstitusi, maka dengan alih-alih ‘urusan pribadi’ sang presiden tidak dapat disalahkan. Tentu sungguh sebuah pengingkaran atas supremasi hukum. Untuk itu, mohon kearifan dari pihak MK dalam mensikapi kejadian ini sehingga kami sebagai warga Negara bisa mendapatkan pencerahan hukum yang baik, bukan sebaliknya KEKELAMAN MASA DEPAN SUPREMASI HUKUM di republik ini. Persoalan yang paling mendasar bagi kami sebagai warga masyarakat adalah KEPASTIAN HUKUM YANG BERKEADILAN dan BERDASARKAN FAKTA-FAKTA MATERIIL di lapangan. Mudah-mudahan kami masih berkeyakinan bahwa Mahkamah Konstitusi TIDAK DITUNGGANGI oleh kepentingan-kepentingan lain yang akhirnya melahirkan sebuah PRODUK HUKUM KONTROVERSIAL!!

Di Jawaban Pada Tanggal : 25-09-2013


Yth. Sdr. Saverinus,

Terima kasih atas perhatian Saudara terhadap penegakan hukum dan keadilan di Indonesia. Terkait pertanyaan Saudara tersebut di atas, perlu kami sampaikan bahwa sesuai peraturan perundang-undangan, Mahkamah Konstitusi wajib memutus perkara perselisihan hasil pemilukada paling lambat 14 hari kerja sejak perkara diregistrasi. Apabila tenggat waktu tersebut terlewati maka putusan Mahkamah Konstitusi menjadi batal demi hukum. Untuk itu, Mahkamah Konstitusi telah mengatur jadwal persidangan sedemikian rupa agar sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.

Selanjutnya, untuk mengetahui jalannya proses persidangan dan fakta-fakta yang muncul terkait keterlambatan pengajuan alat bukti di persidangan, Saudara dapat mengunduh risalah persidangan melalui laman ini. Saudara juga dapat memperoleh rekaman video persidangan secara cuma-cuma dengan menghubungi Pusat Pelayanan Informasi dan Dokumentasi di gedung Mahkamah Konstitusi Lantai Dasar, telepon 021-23529000 pswt 18300.

Demikian.

Nomor 98
20-09-2013
trisno susilo

Yth Ketua Mahkamah konstitusi Jika Penunjukan wilayah kawasan hutan berakibat terbitnya sk IUPHHK-HA/HI untuk suatu perusahaan tanpa melalui sosialisasi kepada masyarakat, kemudian mereka langsung bekerja bahkan memperkarakan masyarakat yang hidup dalam hutan dengan dakwaan perambahan hutan, sangsi apa yang bisa diterapkan untuk perusahaan tersebut? terima kasih

Di Jawaban Pada Tanggal : 24-09-2013


Yth. Sdr. Trisno Susilo

Sebagaimana jawaban kami pada pertanyaan Saudara sebelumnya, pertanyaan yang Saudara sampaikan adalah persoalan penerapan norma dalam undang-undang. Apabila Saudara menganggap terjadi pelanggaran terhadap norma dalam undang-undang, Saudara dapat mengadukan kepada penegak hukum lain, seperti kepolisian atau kejaksaan. Pada kasus yang Saudara sampaikan, dapat pula diadukan kepada otoritas kehutanan setempat.

Terima kasih.

Nomor 97
19-09-2013
trisno susilo

Nama saya trisno susilo dari tanah bumbu. Apakah saya bisa ditahan bila saya bertani di lahan masyarakat adat yang menurut menhut adalah hutan produksi ?

Di Jawaban Pada Tanggal : 20-09-2013


Yth. Sdr Trisno Susilo,

Jawaban pertanyaan ini sama dengan pertanyaan Saudara sebelumnya dengan Nomor Pengaduan 96.

Demikian.

Nomor 96
19-09-2013
trisno susilo

Saya pernah berperkara dengan UU 41 tahun 1999 dengan tuduhan merambah hutan pada tahun 2011. Apakah saya bisa diperkarakan kembali dengan tuduhan yang sama sekarang (tahun 2013) ketika saya melakukan aktivitas perkebunan lagi pada lahan tersebut. Perlu diketahui lahan yang saya kerjakan sudah dipetakan oleh AMAN atas permintaan masyarakat adat dayak batulasung sebagai bagian hutan adatnya dengan terbitnya keputusan MK no 35. trima kasih

Di Jawaban Pada Tanggal : 20-09-2013


Yth. Sdr Trisno Susilo,

Sesuai Pasal 24C UUD 1945, kewenangan dan kewajiban Mahkamah Konstitusi adalah 1) Menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2) Memutus Sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 3) Memutus pembubaran partai politik; 4) Memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum; dan 5) wajib memberikan putusan atas pendapat DPR bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden diduga melakukan pelanggaran hukum.

Terkait pertanyaan Saudara, hal tersebut merupakan persoalan implementasi/pelaksanaan undang-undang sehingga tidak menjadi kewenangan Mahkamah Konstitusi. Namun demikian, setiap norma dalam undang-undang yang telah dinyatakan tidak berlaku oleh Mahkamah Konstitusi, norma tersebut tidak lagi memiliki kekuatan hukum mengikat.

Demikian.

Nomor 94
18-09-2013
saverinus

Pertanyaan terkait Keputusan MK Nomor: 103/PHPU.D-XI/2013 atas perselisihan Hasil Pilkada di Sumba Barat Daya (SBD), NTT tahun 2013, yang telah menetapkan pasangan MDT-DT sebagai pemenang PILKADA SBD dengan menguatkan keputusan KPUD SBD, bertanggal 10 Agustus 2013 dengan Berita Acara nomor: 41/BA/VII/2013) dan nomor 45/kpts/KPU-Kab.180.964761/2013 tentang penetapan calon terpilih Bupati dan Wakil Bupati SBD tahun 2013. Pertanyaannya: a. Bilamana telah ditemukannya penyimpangan oleh KPUD dalam rekapitulasi hasil Pilkada yang telah dikuatkan dengan keputusan MK, namun oleh lembaga hukum lain (Kepolisian) menemukan fakta-fakta nyata yuang tidak terbantahkan dan telah diakui oleh pihak KPUD, Apakah MK bisa meninjau kembali keputusannya? b. Bila YA, apa langkah hokum lain yang bisa dilakukan oleh pihak yang dirugikan? Bila TIDAK,, kemanakah warga Negara mencari keadilan, kalau MK sebagai benteng terakhir tetap berpegang pada data yang jelas-jelas salah. Mohon tanggapan dan pencerahan hukum dari pihak Ketua MK, agar setiap warga Negara mendapatkan perlakukan yang sama dan keadilan di depan hukum. Lampiran Hasil Akhir perhitungan ulang oleh kepolision resort Sumba Barat, 15 September 2013 : 1. Wewewa Tengah: Paket Manis: 1.068 sedangkan hasil Pleno KPUD tanggal 10 Agustus 2013 sebesar 565. Terdapat pengurangan 503 suara, Paket Konco Ole Ate : 3.856 (hasil Pleno KPUD, sebesar 3.339). Terdapat pengurangan 517 suara dan Paket MDT-DT : 11.454 suara (Hasil Pleno KPUD : 22.891, terdapat penambahan 11.457 suara). 1. Wewewa Barat: Paket Manis: 640 (Hasil Pleno KPUD : 563). Terdapat pengurangan 77 suara. Paket Konco Ole Ate : 3.270 (Hasil Pleno KPUD: 2.941). Terdapat pengurangan 329 suara. Paket MDT-DT : 21.638 (Hasil Pleno KPUD: 23.373). Terdapat penambahan 1. 735 suara. Berdasarkan hasil perhitungan ulang di dua kecamatan di atas, maka setelah menggabungkan seluruh perolehan suara setiap paket secara keseluruhan di Sumba Barat Daya, sebagai berikut: MANIS: 10.97 + 580 = 10.759, KONCO OLE ATE: 79498 + 846 = 80.344 dan MDT – DT: 81543 – 13172 = 68.371. Dengan demikian, selisih antara Paket Konco Ole Ate dengan MDT - DT yaitu 80.344 – 68371 = 11.973. Jadi kemenangan seharusnya ada pada paket Konco Ole Ate dengan selisih angka 11.973. Pengirim Saverinus Kaka, M.Pd.

Di Jawaban Pada Tanggal : 20-09-2013


Yth. Sdr. Saverinus

Putusan Mahkamah Konstitusi bersifat final dan mengikat sejak diucapkan dalam sidang pleno terbuka untuk umum. Hal ini berdasarkan ketentuan Pasal 24C ayat (1) UUD 1945, Pasal 10 ayat (1), Penjelasan Pasal 10 ayat (1) dan Pasal 47 UU No. 24 Tahun 2003 sebagaimana telah diubah dengan UU No. 8 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi. Dengan demikian tidak ada upaya hukum lain yang dapat ditempuh dan para pihak diwajibkan untuk melaksanakan putusan sebagaimana mestinya.

 

Terkait dengan adanya proses pidana perkara Pemilukada Kabupaten Sumba Barat Daya hal tersebut merupakan kewenangan peradilan umum untuk menanganinya dan tidak mempengaruhi putusan Mahkamah Konstitusi. Tindak pidana merupakan persoalan hukum pribadi yang bersangkutan dan berlaku setelah putusan incracht.

 

Demikian.

Nomor 93
17-09-2013
saverinus

Perkenankan kami sebagai warga Negara bertanya kepada Ketua Mahkamah Konstitusi terkait dengan persolan SENGKETA PILKADA. Berdasarkan Keputusan MK Nomor: 103/PHPU.D-XI/2013 atas perselisihan Hasil Pilkada di Sumba Barat Daya (SBD), NTT tahun 2013, telah ditetapkannya pasangan MDT-DT sebagai pemenang PILKADA SBD dan menguatkan keputusan KPUD SBD, bertanggal 10 Agustus 2013 dengan Berita Acara nomor: 41/BA/VII/2013) dan nomor 45/kpts/KPU-Kab.180.964761/2013 tentang penetapan calon terpilih Bupati dan Wakil Bupati SBD tahun 2013. Pertanyaannya: a. Apakah ada upaya lain yang bisa dilakukan oleh pihak yang dinyatakan kalah, namun dalam proses pidana di lembaga lain, seperti kepolisian, ternyata terbukti secara sah dan meyakinkan, pihak KPUD melakukan pelanggaran (penggelembungan suara, dan diakui oleh pihak KPUD sendiri di depan public)? Dalam hal ini kasus Penghitungan Ulang surat suara di kepolisian resort Sumba Barat atas pengaduan pidana terhadap KPUD. b. Bilamana MK telah menerima data yang keliru dari pihak KPUD dan ternyata sungguh nyata tidak sesuai dengan fakta, namun telah dikuatkan oleh pihak MK, apakah MK tetap memegang teguh keputusan yang diambil? Atau mungkinkah MK dapat melakukan revisi atas kekeliruan dalam menghimpun data? c. Bilamana dalam konteks persoalan di atas, MK tetap pada keputusan menguatkan keputusan KPUD SBD, BUKANKAH INI SEBAGAI PROSES PELEMAHAN SUPREMASI HUKUM DI NEGERI INI? d. Mungkinkah MK menganulir keputusan yang setelah pengkajian ulang, ternyata mendapatkan data yang tidak sesuai dengan faktanya? Mohon tanggapan dan pencerahan hukum dari pihak MK, agar setiap warga Negara mendapatkan perlakukan yang sama dan keadilan di depan hukum. Lampiran Hasil Akhir perhitungan ulang oleh kepolision resort Sumba Barat, 15 September 2013 : A. Wewewa Tengah: 1. Paket Manis memperoleh suara sebesar 1.068 sedangkan hasil Pleno KPUD tanggal 10 Agustus 2013 sebesar 565. Terdapat pengurangan 503 suara 2. Paket Konco Ole Ate memperoleh suara sebesar 3.856 suara, sedangkan hasil Pleno KPUD, sebesar 3.339. Terdapat pengurangan 517 suara. 3. Paket MDT-DT memperoleh suara sebesar 11.454 suara, sedangkan hasil Pleno KPUD, sebesar 22.891 Terdapat pengurangan 11.457 suara. B. Wewewa Barat: 1. Paket Manis memperoleh suara sebesar 640 sedangkan hasil Pleno KPUD tanggal 10 Agustus 2013 sebesar 563. Terdapat pengurangan 77 suara 2. Paket Konco Ole Ate memperoleh suara sebesar 3.270 suara, sedangkan hasil Pleno KPUD, sebesar 2.941. Terdapat pengurangan 329 suara. 3. Paket MDT-DT memperoleh suara sebesar 21.638 suara, sedangkan hasil Pleno KPUD, sebesar 23.373 Terdapat pengurangan 1. 735 suara. Berdasarkan hasil perhitungan ulang di dua kecamatan di atas, maka setelah menggabungkan seluruh perolehan suara setiap paket secara keseluruhan di Sumba Barat Daya adalah sebagai berikut: MANIS: 10.97 + 580 = 10.759, KONCO OLE ATE: 79498 + 846 = 80.344 dan MDT – DT: 81543 – 13172 = 68.371. Dengan demikian, selisih antara Paket Konco Ole Ate dengan MDT - DT yaitu 80.344 – 68371 = 11.973. Jadi kemenangan seharusnya ada pada paket Konco Ole Ate dengan selisih angka 11.973. Pengirim Saverinus Kaka, M.Pd.

Di Jawaban Pada Tanggal : 20-09-2013


Yth. Sdr. Saverinus

Putusan Mahkamah Konstitusi bersifat final dan mengikat sejak diucapkan dalam sidang pleno terbuka untuk umum. Hal ini berdasarkan ketentuan Pasal 24C ayat (1) UUD 1945, Pasal 10 ayat (1), Penjelasan Pasal 10 ayat (1) dan Pasal 47 UU No. 24 Tahun 2003 sebagaimana telah diubah dengan UU No. 8 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi. Dengan demikian tidak ada upaya hukum lain yang dapat ditempuh dan para pihak diwajibkan untuk melaksanakan putusan sebagaimana mestinya.

 

Terkait dengan adanya proses pidana perkara Pemilukada Kabupaten Sumba Barat Daya hal tersebut merupakan kewenangan peradilan umum untuk menanganinya dan tidak mempengaruhi putusan Mahkamah Konstitusi. Tindak pidana merupakan persoalan hukum pribadi yang bersangkutan dan berlaku setelah putusan incracht.

 

Demikian.

Nomor 92
17-09-2013
saverinus

Perkenankan kami sebagai warga Negara bertanya kepada Ketua Mahkamah Konstitusi terkait dengan persolan SENGKETA PILKADA. Berdasarkan Keputusan MK Nomor: 103/PHPU.D-XI/2013 atas perselisihan Hasil Pilkada di Sumba Barat Daya (SBD), NTT tahun 2013, telah ditetapkannya pasangan MDT-DT sebagai pemenang PILKADA SBD dan menguatkan keputusan KPUD SBD, bertanggal 10 Agustus 2013 dengan Berita Acara nomor: 41/BA/VII/2013) dan Keputusan KPUD SBD nomor 45/kpts/KPU-Kab.180.964761/2013 tentang penetapan calon terpilih Bupati dan Wakil Bupati SBD tahun 2013. Namun terkait dengan keputusan MK tersebut, ditemukan secara sah dan faktual bahwa telah terjadi kesalahan yang dilakukan oleh KPUD SBD setelah dilakukan perhitungan ulang oleh pihak kepolisian Sumba Barat atas ke 144 kotak suara yang sebelumnya dihadirkan di hadapan Majelis Hakim MK, namun karena dianggap terlambat, kotak-kotak suara itu tidak dibuka. Namun terkait dengan perkara pidana yang ditangani pihak kepolisian Resort Sumba Barat, setelah dibuka kembali dan dihitung ulang di depan public, ternyata DUGAAN PENGGELEMBUNGAN ITU benar-benar terjadi. Adapun rinciannya sebagai berikut: Berikut ini hasil rinci perhitungan ulang surat suara di dua kecamatan dimaksud: A. Wewewa Tengah: 1. Paket Manis memperoleh suara sebesar 1.068 sedangkan hasil Pleno KPUD tanggal 10 Agustus 2013 sebesar 565. Terdapat pengurangan 503 suara 2. Paket Konco Ole Ate memperoleh suara sebesar 3.856 suara, sedangkan hasil Pleno KPUD, sebesar 3.339. Terdapat pengurangan 517 suara. 3. Paket MDT-DT memperoleh suara sebesar 11.454 suara, sedangkan hasil Pleno KPUD, sebesar 22.891 Terdapat pengurangan 11.457 suara. B. Wewewa Barat: 1. Paket Manis memperoleh suara sebesar 640 sedangkan hasil Pleno KPUD tanggal 10 Agustus 2013 sebesar 563. Terdapat pengurangan 77 suara 2. Paket Konco Ole Ate memperoleh suara sebesar 3.270 suara, sedangkan hasil Pleno KPUD, sebesar 2.941. Terdapat pengurangan 329 suara. 3. Paket MDT-DT memperoleh suara sebesar 21.638 suara, sedangkan hasil Pleno KPUD, sebesar 23.373 Terdapat pengurangan 1. 735 suara. Berdasarkan hasil perhitungan ulang di dua kecamatan di atas, maka setelah menggabungkan seluruh perolehan suara setiap paket secara keseluruhan di Sumba Barat Daya adalah sebagai berikut: MANIS: 10.97 + 580 = 10.759, KONCO OLE ATE: 79498 + 846 = 80.344 dan MDT – DT: 81543 – 13172 = 68.371. Dengan demikian, selisih antara Paket Konco Ole Ate dengan MDT - DT yaitu 80.344 – 68371 = 11.973. Jadi kemenangan seharusnya ada pada paket Konco Ole Ate dengan selisih angka 11.973. Berdasarkan data tersebut di atas, bagaimana tanggapan pihak MK atas keputusan yang telah diambil dan apakah keputusan yang nota bene didasarkan pada data yang tidak sah, dapat ditinjau kembali oleh MK? Kalau tidak bisa dengan alasan keputusan MK sifatnya FINAL dan MENGIKAT, apakah MK telah melakukan verifikasi data secara faktual? Karena hasil perhitungan ulang di Polres Sumba Barat terjadi selisih perolehan suara yang sangat masif dan sangat berpengaruh terhadap hasil akhir PILKADA SBD. Mohon tanggapan dan kearifan dari pihak MK demi tegaknya SUPREMASI HUKUM dan fakta hukum sebagai acuan paling legal.

Di Jawaban Pada Tanggal : 20-09-2013


Yth. Sdr. Saverinus

Putusan Mahkamah Konstitusi bersifat final dan mengikat sejak diucapkan dalam sidang pleno terbuka untuk umum. Hal ini berdasarkan ketentuan Pasal 24C ayat (1) UUD 1945, Pasal 10 ayat (1), Penjelasan Pasal 10 ayat (1) dan Pasal 47 UU No. 24 Tahun 2003 sebagaimana telah diubah dengan UU No. 8 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi. Dengan demikian tidak ada upaya hukum lain yang dapat ditempuh dan para pihak diwajibkan untuk melaksanakan putusan sebagaimana mestinya.

 

Terkait dengan adanya proses pidana perkara Pemilukada Kabupaten Sumba Barat Daya hal tersebut merupakan kewenangan peradilan umum untuk menanganinya dan tidak mempengaruhi putusan Mahkamah Konstitusi. Tindak pidana merupakan persoalan hukum pribadi yang bersangkutan dan berlaku setelah putusan incracht.

 

Demikian.

Nomor 91
17-09-2013
ujeng

apabila dalam pemilukada terdapat indikasi politik uang, apakah pasangan yang sudah menang bisa didiskualifikasi atau dikalahkan ?

Di Jawaban Pada Tanggal : 17-09-2013


Yth. Sdr. Ujeng

Pada beberapa kasus, apabila dalam persidangan dapat dibuktikan terjadi pelanggaran yang terstruktur, sistematis, dan masif. baik dilakukan oleh pasangan calon maupun penyelenggara pemilukada, Mahkamah Konstitusi dalam Putusannya membatalkan hasil rekapitulasi Komisi Pemilihan Umum.

Untuk informasi lebih rinci mengenai contoh kasus dimaksud, Saudara dapat menelusuri di laman ini.

Terima kasih.

< 1 ... 69 70 71 72 73 74 75 ... 79 >