Pencalonan kepala daerah yang diatur dalam Pasal 59 ayat (5) Undang-undang (UU) Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Pemda) dinilai tidak tegas memberikan batasan pada calon kepala daerah yang berasal dari lingkungan TNI maupun Polri. Ini disebabkan persyaratan yang mewajibkan anggota TNI dan Polri mengundurkan diri sebelum pencalonan dianggap terlalu lunak. Atas dasar itu, Indonesian Human Rights Committee for Social Justice (IHCS) meminta Mahkamah Konstitusi (MK) menafsirkan kembali secara lebih tegas atas pasal tersebut.
"Kami meminta MK untuk mempertegas tafsir atas Pasal 59 ayat (5) UU Pemda. Karena tafsir yang digunakan atas pasal ini disharmoni dengan UU TNI dan UU Polri," ujar Kuasa Hukum Pemohon, Syamsir kepada wartawan di Gedung MK, Jl Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Selasa (3/7).
Syamsir menambahkan, ketidaktegasan dalam Pasal tersebut karena persyaratan yang diwajibkan bagi anggota TNI dan Polri harus menyertakan surat pernyataan pengunduran diri. Menurutnya, surat pernyataan pengunduran diri tidak memiliki status hukum yang kuat dan berpotensi hanya dijadikan formalitas.
"Surat pernyataan pengunduran diri tanpa surat penonaktifan, hakekatnya masih mengakui calon kepala daerah sebagai anggota TNI dan Polri. Padahal, UU TNI dan UU Polri secara tegas melarang anggotanya untuk terlibat dalam politik praktis," kata Syamsir.
Lebih lanjut, kata Syamsir, berlakunya tafsir atas pasal tersebut berpotensi menimbulkan ketidakpastian hukum dan merusak tatanan demokrasi. Ini karena para calon dari lingkungan TNI dan Polri dapat menyiasati persyaratan pemilihan. "Apabila mereka tidak terpilih, mereka bisa kembali ke jabatan sebelumnya sebagai anggota TNI dan Polri. Ini jelas merusak tatanan demokrasi yang sedang dibangun," kata Syamsir.
Pasal 59 ayat (5) UU Pemda selengkapnya berbunyi 'surat pernyataan pengunduran dari jabatan negeri bagi calon yang berasal dari pegawai negeri sipil, anggota Tentara Nasional Indonesia, dan anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia'. Pasal ini disharmoni dengan Pasal 39 ayat (2) UU TNI yang melarang anggota TNI terlibat dalam politik praktis. Selain itu, pasal ini juga bertabrakan dengan Pasal 28 UU POlri yang melarang keterlibatan anggota Polri dalam politik praktis.