Universitas negeri satu-satunya yang terletak di Pulau Madura yakni Universitas Trunojoyo Madura yang biasa disebut dengan UTM berkunjung ke Mahkamah Konstitusi yang diterima langsung oleh Hakim Konstitusi Anwar Usman, di Ruang Konpers, Gedung MK, Jakarta, Senin (25/6) siang.
Puluhan mahasiswa hukum, dan didampingi dosen pembimbing tersebut ingin mendalami pengetahuan tentang kewenangan dan kewajiban yang dimiliki oleh lembaga peradilan yang lahir tahun 2003 tersebut, dan juga ingin mengetahui bagaimana pertimbangan MK dalam menjatuhkan putusan-putusan, khususnya terkait putusan UU Kementerian Negara dan Perkawinan yang pernah diputus oleh MK.
Mengawali pertemuan tersebut, Anwar Usman memulai penjelasannya berkenaan dengan keberadaan MK. Menurutnya, sebagai lembaga baru MK mempunyai kewenangan dan kewajiban yang diatur dalam Pasal 24C UUD 1945. Semisal dalam ayat (1) telah menyebutkan, “Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar, memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh Undang-Undang Dasar, memutus pembubaran partai politik, dan memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum.”
Dan ayat (2) juga telah menyebutkan kewajibannya yakni, “Mahkamah Konstitusi wajib memberikan putusan atas pendapat Dewan Perwakilan Rakyat mengenai dugaan pelanggaran oleh Presiden dan/atau Wakil Presiden menurut Undang-Undang Dasar.”
Selanjutnya Anwar juga mengakui, peradilan MK merupakan lembaga negara yang lahir dari perjuangan mahasiswa untuk melakukan reformasi pada tahun 1998. Dan tuntutan reformasi ditindaklanjuti dengan melakukan amandemen UUD 1945 selama 4 (empat) kali, mulai dari tahun 1999 hingga 2002. “Itu (perubahan UUD 1945) yang menjadi cikal bakal terbentuknya MK,” terang Anwar.
Dikatakan Anwar lagi, sejak MK berdiri sejumlah perkara sudah pernah diadili dipersidangan MK. Sampai saat ini, satu-satunya kewajiban tentang pendapat DPR untuk menjatuhkan presiden dari jabatannya tidak pernah diujikan di MK. “Sampai saat ini pun (Pasal 24C ayat (2) UUD 1945) tidak pernah digunakan oleh DPR,” ujar Hakim Konstitusi ini.
Sedangkan, terkait dengan putusan MK tentang pengujian UU Perkawinan tentang status anak diluar nikah yang pernah diujikan oleh Machica Mochtar, dan pengujian UU Kementerian Negara tantang status wakil menteri yang beberapa minggu kemarin baru diputus, Anwar mengakui bahwa perkara-perkara tersebut memang membuat menarik dan perhatian sejumlah masyarakat. Namun, semua yang bisa diterima oleh masyarakat pastinya ada pro-kontra dalam menyikapinya.
Memasuki sesi tanya-jawab, Anwar Usman dengan gamblang menjelaskan berkenaan dengan keadilan subtantif dan keadilan progresif sesuai dengan pertanyaan salah satu mahasiswa. Menurutnya, MK sebagai lembaga peradilan diharapkan bisa menerapkan keadilan subtantif atau keadilan yang progresif, dan bukan menerapkan keadilan yang prosedural dalam menjatuhkan putusan. Ketentuan tersebut sudah tercantum dalam Pasal 24 ayat (1) UUD 1945 yang berbunyi “Kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan.”
“Jadi kata-kata keadilan masuk dalam keadilan subtantif atau keadilan progresif, bukan hanya masuk dalam keadilan prosedural,” jelasnya. Oleh karena itu, kata Anwar, inti yang terkandung dalam hukum adalah menegakkan keadilan. ”kalau hanya menegakkan hukum sudah cukup hanya menegakkan prosedural saja,” tegas Hakim Konstitusi kelahiran Bima, Nusa Tenggara Barat ini. (Shohibul Umam/mh)