Pelajar SMKN 20 Jakarta Selatan mengunjungi Mahkamah Konstitusi (MK) pada Senin (25/6) siang. Kedatangan mereka diterima oleh Peneliti MK Abdul Ghoffar di Ruang Aula MK. Dalam kesempatan itu, Goffar mengawali pertemuan dengan menjelaskan latar belakang sebelum dibentuknya lembaga MK.
“Terjadi perubahan UUD 1945 sebanyak empat kali, sejak 1999-2002,” kata Ghoffar membuka pembicaraan.
Setelah perubahan UUD 1945, melalui Pasal 24 dan Pasal 24C Ayat (1) dan Ayat (2) UUD 1945, disebutkan bahwa kekuasaan kehakiman tidak hanya dilakukan oleh MA saja, tetapi juga dilakukan oleh Mahkamah Konstitusi (MK) yang berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji undang-undang terhadap UUD. MK secara resmi lahir pada 13 Agustus 2003.
Ghoffar melanjutkan, MK memiliki empat wewenang dan satu kewajiban. Pertama, MK berwenang menguji UU terhadap UUD, termasuk membatalkan produk UU.
“Kalau ada satu pasal, bagian dari pasal, atau keseluruhan dari UU yang melanggar salah satu hak konstitusional warga negara, maka bisa diajukan gugatan ke MK,” jelas Ghoffar yang juga menyebutkan Pasal 5 Ayat (1) UUD 1945 bahwa Presiden memegang kekuasaan membentuk undang-undang dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat.
Dengan demikian, sambung Ghoffar, seluruh pengisian jabatan di Indonesia diatur melalui undang-undang. Termasuk UU tentang Susunan dan Kedudukan MPR-DPR.
“Di sinilah kemudian semuanya itu menjadi selesai, karena Presiden secara otomatis tidak pernah membiarkan anggota-anggota MPR diisi oleh orang-orang yang kemudian membahayakan dirinya. Presiden pasti akan mengisi anggota-anggota yang mengamankan dirinya,” paparnya.
Ghoffar menerangkan, pada masa orde baru, anggota DPR hanya mengisi sepertiga dari keanggotaan MPR. Dua pertiganya diisi melalui pengangkatan, ada dari utusan golongan, utusan daerah dan lainnya. Sedangkan ABRI masuk tanpa melalui pemilihan umum.
Wewenang MK berikutnya, kata Ghoffar, memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh UUD 1945. Selain itu, MK berwenang memutus pembubaran partai politik dan memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum.
Selanjutnya, berdasarkan Pasal 7 ayat (1) sampai dengan (5) dan Pasal 24C ayat (2) UUD 1945 yang ditegaskan lagi oleh Pasal 10 ayat (2) UU 24/2003, kewajiban Mahkamah Konstitusi adalah memberikan keputusan atas pendapat DPR bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden telah melakukan pelanggaran hukum, atau perbuatan tercela, atau tidak memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden sebagaimana dimaksud dalam UUD 1945. (Nano Tresna Arfana/mh)