Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi Achmd Sodiki, membuka secara resmi Kompetisi Debat Konstitusi Antar Perguruan Tinggi se-Indonesia Tingkat Nasional Tahun 2012, Jum’at (22/6) malam, di Aula Lantai Dasar Gedung MK. Dalam tahap ini, telah lolos 24 tim dari seluruh wilayah Indonesia. Tim yang lolos adalah para semifinalis masing-masing regional.
Dalam sambutannya, Sodiki menyinggung tentang tiga tahap kesadaran berhukum, atau lebih khusus, kesadaran berkonstitusi. Menurutnya, tahap pertama adalah knowledge atau pengetahuan/mengetahui. “Ini merupakan kesadaran paling awam,” ujarnya. Dalam tahap knowledge, kita sudah mengetahui hak dan kewajiban masing-masing individu.
Kemudian tahap kedua, adalah atitude atau sikap. Menurut Sodiki, tahap ini ditunjukkan dengan sikap positif terhadap apa yang telah diketahui tersebut. Selanjutnya, tahap ketiga adalah practice. “Artinya, menjalankan apa yang menjadi kewajibannya, dan menuntut apa yang memang menjadi haknya,” paparnya.
Namun sayangnya, kata dia, banyak yang sudah mengetahui namun tidak menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. “Problemnya, banyak yang sadar namun tidak pada tahap practice,” katanya.
Oleh karena itu ia berharap, khususnya kepada para peserta yang dianggap mewakili generasi muda, dapat menimba pengetahuan, pengalaman, serta pembelajaran dari kompetisi debat konstitusi ini. Sehingga nantinya, terbangun kesadaran dalam diri dan kemauan untuk melaksanakan dalam keseharian. Dari generasi mudalah optimisme itu mesti dibangun. “Tetaplah optimis akan masa depan bangsa, sekalipun beban dan tantangan akan semakin berat,” pesannya.
Hal yang senada juga diungkapkan oleh Sekretaris Jenderal MK Janedjri M. Gaffar dalam laporannya. Menurutnya kompetisi ini digelar dalam rangka meningkatkan kemampuan generasi muda, khususnya para mahasiswa, dalam memahami Konstitusi. “Pemahaman yang diperlukan bukan sekedar menghafal bunyi pasal-pasal,” tegasnya. “Tapi lebih dari itu, yakni kemampuan memahami makna ketentuan konstitusional, atau bahkan kemampuan menafsirkan, kemampuan mengidentifikasi masalah, serta kemampuan menganalisis masalah dan menyelesaikan dengan argumentasi yang sesuai konstitusi.
Di samping itu, menurut Janedjri, terdapat dua hal penting yang mesti diperhatikan ketika bicara tentang konstitusi, yakni pertama, memahami dan memaknai ketentuan dasar dalam Undang-Undang Dasar 1945 menjadi aturan hukum dan tindakan yang lebih operasional, serta menyelesaikan berbagai permasalahan aktual yang dihadapi bangsa ini.
“Kedua, menjadikan UUD 1945 sebagai penguji sekaligus koridor untuk mengubah praktik berbangsa dan bernegara yang belum sesuai dengan konstitusi kita yakni UUD 1945,” tuturnya. (Dodi/mh)