Komisi Pemilihan Umum (KPU) memohonkan perkara Sengketa Kewenangan Lembaga Negara (SKLN) dengan Dewan Perwakilan Rakyat Papua (DPRP) terkait masalah tahapan pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Papua. Sengketa yang teregistrasi dengan nomor 3/SKLN-X/2012 ini disidangkan untuk pertama kalinya, Jumat (22/6).
Hadir mewakili KPU sekaligus menjadi kuasa KPU dalam persidangan yang digelar di ruang sidang pleno MK, yaitu Komisioner KPU Ida Budianti dan Arif Budiman. Ida pun menyampaikan pokok-pokok permohonan Pemohon di hadapan Panel Hakim yang diketuai M. Akil Mochtar serta didampingi Hamdan Zoelva dan Ahmad Fadlil Sumadi selaku anggota.
Dalam keterangannya, terlebih dulu Ida meyakinkan bahwa pihaknya memiliki kedudukan hukum (legal standing) untuk mengajukan permohonan ini. Selanjutnya Ida menjelaskan mengenai pokok-pokok permohonan pihaknya yang menitikberatkan pada sengketa kewenangan dalam menetapkan tahapan pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Papua.
Memulai penjelasannya, Ida mengatakan, di dalam UU No. 15 Tahun 2011 tentang Penyelenggara Pemilihan Umum diatur secara tegas pembagian tugas dan wewenang KPU dan KPU provinsi dalam konteks penyelenggaraan Pemilukada di Provinsi Papua. Dalam UU tersebut dinyatakan KPU dibantu oleh KPU Provinsi Papua untuk menyusun perencanaan program anggaran dan jadwal, menyusun dan menetapkan tata kerja penyelenggara pemilukada, dan menyusun dan menetapkan pedoman teknis untuk setiap tahapan penyelenggaraan pemilu gubernur.
Sedangkan DPRP sesuai dengan amanah UUD 1945 ditugaskan menjalankan fungsi yang sama dengan DPRD yaitu membentuk kebijkaan yang dituangkan dalam peraturan daerah yang menghormati hak-hak tradisional masyarakat Papua sesuai perintah Pasal 18B UUD 1945.
Sengketa muncul ketika KPU dalam menyelenggarakan Pemilu Gubernur dan Wakil Gubernur papua dibantu oleh KPU provinsi. Dan KPU Provinsi Papua kemudian menerbitkan keputusan untuk melaksanakan tahapan Pemilu di Provinsi Papua.Pascapenerbitan Keputusan KPU Provinsi Papua tentang Tahapan Program Dan Jadwal Penyelenggaraan Pemilu Gubernur Papua itulah muncul sengketa dengan DPRP. Pasalnya DPRP atau Termohon keberatan dengan putusan tersebut dan menyatakan pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Provinsi Papua seharusnya dilakukan secara langsung oleh rakyat yang pencalonannya diusulkan melalui DPRP oleh partai politik dan gabungan partai politik sekurang-kurangnya 15 persen kursi dari DPRP atau DPRD Provinsi Papua dan 15 persen dari akumulasi perolehan suara sah dalam pemilu anggota DPRP.
Ida mengatakan, bahwa bila memperhatikan norma UUD 1945 dinyatakan secara jelas bahwa kewenangan penyelenggaraan pemilu itu pada KPU. Namun seiring dengan diterbitkannya UU No. 32 Tahun 2004 maka dilakukan pula perubahan terhadap UU No. 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papu yang menyatakan dalam Pasal 7 ayat (1) huruf a bahwa DPRP mempunyai tugas dan wewenang memilih Gubernur dan Wakil Gubernur Papua.
Ketentuan itu pun kemudian dihapus dengan Perpu No. 1 Tahun 2008 tentang Perubahan atas UU No. 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua yang selanjutnya ditetapkan oleh UU No. 35 Tahun 2008 tentang Penetapan Perpu No. 1 Tahun 2008 tentang Perubahan atas UUNo. 21 Tahun 2001.
MK dalam putusan No. 181/PUU-VIII/2010, lanjut Ida, juga sudah menetapkan bahwa kekhususan Provinsi Papua dalam bidang pemerintahan mencakup antara lain adanya Majelis Rakyat Papua, DPRP, peraturan daerah khusus, peraturan daerah provinsi, distrik, dan calon gubernur dan calon wakil gubernur asli Papua. “Mahkamah saat itu tidak menemukan bukti yang meyakinkan bahwa Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Papua merupakan kekhususan Provinsi Papua yang berbeda dengan provinsi lainnya di Indonesia,” jelas Ida. “Bahwa dalam pertimbangan hukum Mahkamah kekhususan Provinsi Papua yang berkaitan dengan pemilihan gubernur dan wakil gubernur hanya terbatas pada calon gubernur dan calon wakil gubernur harus orang asli Papua dan telah mendapat pertimbangan dan persetujuan MRP. Sedangkan persyaratan dan mekanismen lainnya sama dengan daerah lainnya di Indonesia,” sambung Ida.
Di akhir penjelasannya Ida mengatakan, pihaknya bersama DPRP serta ditengahi oleh Kementerian Dalam Negeri sudah melakukan mediasi. Namus, sampai saat ini mediasi masih mengalami jalan buntu. Karena itu Ida mewakili KPU dalam petitumnya meminta MK untuk menyatakan DPRP tidak mempunyai kewenangan untuk menyelenggarakan Pemilu Gubernur dan Wakil Gubernur Papua dan menyatakan KPU Provinsi Papua memiliki wewenang untuk menyelenggarakan pemilu Gubernur dan Wakil Gubernur Papua. (Yusti Nurul Agustin/mh)