Perlunya persetujuan Majelis Pengawas Daerah (MPD) untuk kepentingan proses peradilan sebagaimana tercantum dalam Pasal 66 ayat (1) Undang-Undang No. 30/2004 tentang Jabatan Notaris, menurut kuasa hukum Pemohon Tomson Situmeang, tidak diperlukan atau tidak begitu relavan dalam proses peradilan. Demikian disampaikannya dalam sidang perbaikan perkara Nomor 49/PUU-X/2012 di Mahkamah Konstitusi, Jumat (22/6).
Dalam ketentuan Pasal 66 ayat (1) UU tersebut menyebutkan, “Untuk kepentingan proses peradilan, penyidik, penuntut umum, atau hakim dengan persetujuan Majelis Pengawas Daerah berwenang: a. mengambil fotokopi Minuta Akta dan/atau surat-surat yang dilekatkan pada Minuta Akta atau Protokol Notaris dalam penyimpanan Notaris; dan b. memanggil Notaris untuk hadir dalam pemeriksaan yang berkaitan dengan akta yang dibuatnya atau Protokol Notaris yang berada dalam penyimpanan Notaris.”
Menurut Tomson, perkembangan hukum di Indonesia membuat akta notaris sebagai suatu bukti yang sifatnya mutlak. Pasalnya, akta autentik atau akta notaris dibutuhkan saat pembuktian dalam proses hukum dilakukan. “Sehingga kalau dalam akta notaris ada indikasi tindak pidana, maka menurut kami notaris yang membuat itu harus mempertanggungjawabkan,” ujar Tomson, saat mewakili Pemohon Kant Kamal dipersidangan.
Sementara berkenaan dengan proses penegakan hukum berkenaan dengan pemanggilan atau pemeriksaan notaris yang ada dalam pasal tersebut, menurut Pemohon, tidak terlalu ada urgensinya apabila harus dengan persetujuan Pengawas Daerah atau Majelis Pengawas Notaris, tetapi cukup melalui organisasi atau majelis pengawas dari notaris itu sendiri. Hal demikian seperti yang terjadi dalam profesi pengacara, yakni pemanggilan pengacara hanya dilakukan melalui organisasi pengacara tersebut.
Disamping menyempurnakan alasan permohonan, Pemohon juga menjelaskan perbaikan yang lain. Menurut Tomson, frasa atau kalimat “dengan persetujuan Majelis Pengawas Daerah” yang diungkapkan dalam sidang pertama telah diperbaiki menjadi “sepanjang frase atau kalimat dengan persetujuan Majelis Pengawas Daerah.”
Dalam sidang sebelumya, Pemohon telah menjelaskan bahwa ia merasa sangat dirugikan dengan diberlakukannya UU Jabatan Notaris, terutama akibat diberlakukannya Pasal 66 ayat (1) UU Jabatan Notaris. “Pemohon merasa dirugikan dengan berlakunya pasal ini, sepanjang yang menyatakan dengan persetujuan Majelis Pengawas Daerah,” ujar Tomson. “Oleh karena itu, kami anggap (Pasal a quo) bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia.” (Shohibul Umam/mh)