Delegasi Dewan Perwakilan Daerah (DPD) mengunjungi Mahkamah Konstitusi (MK) pada Selasa (19/6) di Ruang Delegasi MK. Delegasi DPD yang diketuai oleh Ketua Tim DPD Bambang Soeroso beserta tim diterima langsung oleh Ketua MK Moh. Mahfud MD dengan didampingi oleh enam hakim konstitusi lainnya beserta Sekjen MK Janedjri M. Gaffar.
Di awal pertemuan Bambang Soeroso menyatakan tujuan kedatangan mereka untuk memberikan masukan bagi wacana perubahan kelima UUD 1945. Menurut Bambang, wacana perubahan kelima UUD 1945 telah dimulai sejak enam tahun lalu. “Berkesempatan untuk mengevaluasi UUD 1945 dengan dilandasi tugas konstitusional yg diemban, dengan perubahan kelima UUD 1945 dapat mengatasi persoalan bangsa yang masih mendera bangsa,” jelasnya.
Sejak 2007 lalu, jelas Bambang, DPD mencoba mengusulkan mengenai perubahan Pasal 22D UUD 1945, namun karena ada penarikan dukungan, maka dibatalkan. Bambang menjelaskan dengan keterlibatan seluruh pemangku kepentingan baik di pusat maupun di daerah, serta komponen masyarakat luas sebagai pemegang kedaulatan dan pemilik konstitusi, kelompok DPD telah berhasil menyusun rancangan rumusan usul perubahan kelima UUD. “Rumusan ini merupakan hasil kristalisasi dari aspirasi seluruh masyarakat dan stakeholder melalui elemen-elemennya yang diserap, yang saat ini telah memasuki tahap dikomunikasikan kepada partai politik maupun kelompok-kelompok kepentingan, sebagai bahan kajian lebih lanjut secara politis,” terangnya.
Bambang juga mengemukakan ada 10 pokok-pokok usul perubahan kelima UUD 1945, namun hanya 3 isu pokok yang dipilih parpol. Ketiga usul pokok tersebut, yakni penguatan sistem presidensiil, penguatan lembaga perwakilan serta penguatan otonomi daerah. Selain itu, menurut Bambang, kajian naskah komprehensif perubahan kelima UUD 1945 ini dibantu oleh 79 perguruan tinggi. “Dari 10 isu strategis, dilakukan kristalisasi dalam rangka dalam melakukan evaluasi. Kajiannya dibantu 79 perguruan tinggi,” ujarnya.
DPD, lanjut Bambang, mengkalkulasikan waktu, rancangan ini dapat diterima MPR pada 2012. Untuk itulah, DPD meminta agar MK ikut memberikan dukungan. Menanggapi hal tersebut, Ketua MK Moh. Mahfud MD menjelaskan bahwa MK tidak bisa memberikan penilaian terhadap usulan perubahan kelima UUD 1945. MK, lanjut Mahfud, hanya memiliki fungsi sebagai pengawal konstitusi. “Kondisi MK hanya mengawal konstitusi. Jika akan ada tambahan, kemungkinan ada, tapi sifatnya perseorangan. Saya secara pribadi senang dengan perubahan ini karena memang ada beberapa hal yg harus diperbaiki. Tapi kondisi politiknya tidak memungkinkan, agak tidak mudah mengubah itu, terutama karena prosedur di Pasal 37 UUD 1945. Hal itu bagus karena UUD harus mempersulit dirinya sendiri untuk diubah,” kata Mahfud.
Beberapa hakim konstitus pun mengemukakan beberapa pendapat. Hamdan Zoelva berpendapat bahwa perubahan UUD adalah terutama mengenai masalah substansi tentunya harus melalui proses penyesuaian. Ia pun menilai perlunya perubahan terhadap UUD 1945, meski hal tersebut tidak mudah.
Sementara Harjono mengungkapkan perlu adanya simulasi sebelum ada perubahan. Hal tersebut guna mengetahui posisi baik legislatif, yudikatif maupun eksekutif jika perubahan UUD 1945 dilakukan. “Simulasi dilakukan guna mencegah chaos yang mungkin akan terjadi,” tandasnya. (Lulu Anjarsari/mh)