TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pascadialog nelayan Selat Madura bertajuk “Pasca Putusan Mahkamah Konstitusi yang Membatalkan HP3, Negara Berkewajiban Memenuhi dan Melindungi Hak Konstitusional Nelayan” di Kampung Nelayan Nambangan, Surabaya, pada tanggal 17 Juni 2012, nelayan tradisional, perempuan nelayan dan masyarakat pesisir di sekitar Selat Madura bersepakat dan tegas menolak adanya rencana pengerukan pasir.
Hasyim dari Forum Masyarakat Pesisir Suramadu mengatakan bahwa penolakan nelayan atas rencana pengerukan pasir oleh PT Gora Gahana yang dipergunakan sebagai material penimbunan untuk mereklamasi wilayah Teluk Lamong di areal seluas 540 hektare didasari atas kerusakan lingkungan yang sudah dialami oleh nelayan tradisional. Akibat pengerukan pasir, tambahnya, nelayan kesulitan mendapatkan ikan.
Bahkan, sudah sejak 2006 lalu nelayan kesulitan menangkap lobster dan menikmatinya. Di luar itu, berdasarkan hitungan Forum Masyarakat Pesisir Suramadu, kerugian material akibat pengerukan pasir mencapai Rp2,6 Triliun.
Senada dengan Hasyim, pak Haji Mustari, penyelam tradisional asal Nambangan Surabaya juga menolak rencana pengerukan pasir dikarenakan rusaknya ekosistem bawah laut Selat Madura. Dalam pengamatan Pak Haji Mustari, di dasar laut muncul lubang-lubang bekas pengerukan pasir yang berakibat pada musnahnya kehidupan biota laut. Ujungnya adalah menurunnya pendapatan nelayan dan penyelam.
Padahal, Pasal 35 (i) UU Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil tegas menyatakan bahwa, “Dalam pemanfaatan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, setiap Orang secara langsung atau tidak langsung dilarang melakukan penambangan pasir pada wilayah yang apabila secara teknis, ekologis, sosial, dan/atau budaya menimbulkan kerusakan lingkungan dan/atau pencemaran lingkungan dan/atau merugikan Masyarakat sekitarnya”.
Pelaksana Tugas Sekjen KIARA, Abdul Halim menambahkan aturan UU jelas melarang praktek penambangan pasir di laut, karena merusak lingkungan dan merugikan masyarakat pesisir di sekitar Selat Madura. Olehnya, aparat penegak hukum harus menindak tegas PT Gora Gahana sesuai dengan kewenangan yang dimiliki.
"Bukan malah mengintimidasi masyarakat pesisir di sekitar Selat Madura agar menerima rencana praktek pengerukan pasir," katanya dalam siaran pers yang diterima Tribunnews.com, Selasa(19/6/2012).
Pada hari Senin (18/6/2012) kemarin nelayan Selat Madura ditemui perwakilan Komisi D (Bapak Irwan Setiawan dan Bambang Juwono) dan Komisi A (Sahat Simandjuntak) di Ruang Badan Musyawarah DPRD Provinsi Jawa Timur dalam rangka audiensi berkenaan dengan persoalan yang dihadapi oleh nelayan dan masyarakat pesisir sekitar Selat Madura. Dalam pertemuan tersebut, disepakati bahwa hasil audiensi akan disampaikan kepada pimpinan DPRD Provinsi Jawa Timur guna ditindaklanjuti secara kelembagaan dan nelayan serta masyarakat pesisir sekitar Selat Madura akan menyerahkan data dan bukti fakta di lapangan yang menegaskan adanya kerugian masyarakat, baik secara ekologis, ekonomi, sosial, dan budaya.