Setelah perselisihan panjang mengenai dualisme dalam tubuh Partai Peduli Rakyat Nasional (PPRN) yang berimbas pada pemungutan suara ulang (PSU) di Kabupaten Buton, akhirnya Amelia Ahmad Yani angkat suara. Amelia memberikan kesaksiannya ketika menjadi saksi Pihak Terkait pada sidang lanjutan sengketa hasil PSU Kabupaten Buton pada Senin (18/6) di Ruang Sidang Pleno MK.
Dalam keterangannya, Amelia mengemukakan pihak PPRN dari kubu D.L. Sitorus yang melengserkan kepemimpinannya melalui kasasi MA. Padahal, lanjut Amelia, berdasarkan Surat Keputusan Menhukham tertanggal 1 November 2010, Musyawarah Nasional yang ia pimpin dinyatakan sah. “Munas awalnya terjadi karena adanya perselisihan D.L. Sitorus dengan beberapa pihak. Oleh karena itu DPC dan DPW Provinsi mendesak saya untuk mengadakan munas. Ketika munas berlangsung, pihak DL Sitorus mengganggu di ruang sidang. Kemudian hasil munas saya bawa ke Menhukham, namun Sabar Sitorus menekan saya. Menuhukham pun meminta saya untuk mengajukan gugatan ke pengadilan negeri. Saya menggugat Menhukham, putusan Munas itu legal dan disahkan menteri,” urainya di hadapan Majelis Hakim Konstitusi yang diketuai oleh Hakim Konstitusi M. Akil Mochtar.
Menurut Amelia, sebenarnya DL sitorus sudah menyetujui hasil munas dan hasil munas tersebut menegaskan PPRN di bawah kepemimpinannya sah sebagai parpol berbadan hukum yang menghasilkan munas. “Akan tetapi, DL Sitorus mengajukan gugatan melalui PTUN yang meminta penundaan SK saya, namun gugatan tidak terima pada 3 Maret. Kemudian, pihak DL Sitorus mengajukan kasasi. Sebenarnya ada dua putusan MA dan yang diputuskan pada 8 Maret mengenai sikap diam, bukan mengenai hasil munas. Terhadap putusan tersebut, saya sudah mengirimkan surat kepada menhukham yang baru sebanyak 8 kali, tapi didiamkan. Kemudian keluar SK fotokopi tentang PPRN, tapi di halaman 4 untuk Nasdem dan mereka mengadakan munas sendiri pada 19 Maret,” paparnya.
Pada persidangan tersebut, para pemohon mengajukan saksi. Salah satu saksi di antaranya Sekcam Kecamatan Mawasangka Tengah La Tuka. La Tuka mengungkapkan adanya kampanye terselubung oleh Gubernur Sulawesi Tenggara Nur Alam untuk memenangkan pasangan Umar – Bakry. “Pada 10 Mei 2012, yakni 9 hari menjelang PSU, ada kunjungan kerja Gubernur Sultra dari radiogram. Dalam acara hiburan yang dilakukan oleh PEngurus PAN, diisi dengan kegiatan dibawakan oleh pengurus PAN. Untuk melihat kekompakan rakyat Buton, gubernur memberikan sambutan dan berpidato. Pidato yang saya dengar, (Gubernur menyatakan) Buton butuh perubahan. Menekankan PNS ikut bersama gubernur, berpegang erat pada gubernur, dan mengajak masyarakat dalam PSU untuk memilih bupati yang menurut perintah gubernur. Sebelum diakhiri, diisi dengan hiburan dangdut oleh artis ibukota. Si artis menanyakan kepada masyarakat, mau pilih siapa, masyarakat spontan ‘pilih umar-bakry’ dan gubernur memberikan uang sebanyak Rp 200 ribu,” terangnya.
Ketika ditanya oleh Akil mengenai perolehan suara Umar – Bakry di Kecamatan Mawasangka Tengah, La Tuka mengungkapkan adanya kenaikan signifikan suara Umar – Bakry. “Umar - Bakry menang. Dan, dibandingkan pemilukada 14 Agustus lalu, jumlah suara Umar – Bakry naik menjadi 1.995 suara dari sekitar 400 suara,” ungkapnya.
Sidang mendengarkan saksi ditunda hingga esok hari pada Selasa (18/6). Sidang ini merupakan sidang terhadap hasil pemungutan suara ulang pemilihan umum (PSU) kepala daerah Kabupaten Buton. Pada sidang sebelumnya, KPU Kabupaten Buton mendengarkan laporan pemungutan suara ulang seperti yang tercantum dalam Ketetapan MK Nomor 91-92/PHPU.D-X/2011 tertanggal 22 Maret 2012. (Lulu Anjarsari/mh)