Sekelompok orang yang merasa dirugikan dengan penggunaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Tahun Anggaran 2012 dan APBN Perubahan Tahun Anggaran 2012 untuk membiayai ganti rugi korban lumpur Lapindo, Sidoarjo mengajukan keberatan ke Mahkamah Konstitusi (MK), Jumat (15/6). Pemohon merasa haknya sebagai pembayar pajak yang digunakan dalam pendanaan APBN 2012 dilanggar dan dirugikan. Pasalnya, Pemohon menganggap tidak seharusnya “uang mereka” digunakan untuk membiayai penyelesaian kasus lumpur Lapindo yang notabene merupakan kewajiban perusahaan swasta.
Permohonan Para Pemohon tercatat di Kepaniteraan MK bernomor 53/PUU-X/2012, yaitu Perkara Pengujian Undang-Undang (PUU) No. 22 Tahun 2011 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2012 dan Undang-Undang No. 4 Tahun 2012 tentang Perubahan Atas Undang-Undang No. 22 tahun 2011 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2012. Pemohon yang mengajukan pengujian tersebut, yaitu Letnan Jenderal Mar. (Purn) Suharto, Dr. Tjuk Kasturi Sukiadi, dan Ali Azhar Akbar. Ketiganya, kecuali Suharto hadir dalam persidangan perdana ini didampingi kuasa hukumnya, yaitu M.Taufik Budiman, Waluyo Rahayu, dan Hari Agus.
Kuasa Hukum Pemohon, M. Taufik Budiman di hadapan Panel Hakim yang diketuai Anwar Usman menjelaskan pokok-pokok permohonan Pemohon. Taufik mengatakan bahwa Pasal 18 huruf (a) s/d (c) UU APBN-P Tahun Anggaran 2012 bertentangan dengan Pasal 23 ayat (1) UUD 1945. Taufik kemudian menjabarkan kaitan antara Pasal 18 UU APBN-P Tahun Anggaran 2012 dengan Pasal 23 ayat (1) UUD 1945 yang Pemohon anggap telah bertentangan dan merugikan Pemohon.
Pasal 18 UU APBN-P Tahun 2012 berbunyi sebagai berikut:
Untuk kelancaran upaya penanggulangan Lumpur Sidoarjo, alokasi dana pada Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo (BPLS) Tahun Anggaran 2012, dapat digunakan untuk; Huruf (a) Pelunasan pembayaran pembelian tanah dan bangunan diluar peta area terdampak pada tiga desa (Desa Besuki, Desa Kedungcangkring, dan Desa Pajarakan) Huruf (b) Bantuan kontrak rumah, bantuan tunjangan biaya hidup, biaya evakuasi serta pelunasan kekurangan pembayaran pembelian tanah dan bangunan di luar peta area terdampak pada sembilan rukun tetangga di tiga kelurahan (Kelurahan Siring, Kelurahan Jatirejo, dan Kelurahan Mindi) Huruf (c)Bantuan kontrak rumah, bantuan tunjangan hidup, biaya evakuasi dan pembayaran pembelian tanah dan bangunan pada wilayah di luar peta area terdampak lainnya yang ditetapkan melalui Peraturan Presiden.
Sedangkan Pasal 23 ayat (1) UUD 1945 sebagai batu uji berbunyi, “Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara sebagai wujud dari pengelolahan keuangan Negara ditetapkan setiap tahun dengan undang-undang dan dilaksanakan secara terbuka dan bertanggungjawab untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.”
Tanggung Jawab Lapindo Brantas Inc.
Lalu Taufik mengaitkan kedua pasal tersebut dengan terjadinya kasus lumpur Lapindo. “Kasus lumpur Lapindo adalah semata-mata merupakan kesalahan dan/atau kelalaian yang dilakukan oleh Pihak Lapindo Brantas Incorporation dalam melakukan kegiatan pengeboran minyak dan gas bumi yang seharusnya dapat dihindari bila Pihak Lapindo Brantas Incorporation dalam melakukan kegiatan pengeboran sesuai dengan standar operasional prosedur yang baku di bidang pengeboran minyak dan gas bumi,” ujar Taufik.
Secara rinci taufik juga menyampaikan runutan awal terjadinya kasus lumpur Lapindo. Ia pun menegaskan bahwa kesalahan dan atau pelanggaran dalam melakukan teknik pengeboran pada kasus lumpur Lapindo di Porong tersebut murni merupakan tanggung jawab sepenuhnya dari pihak pelaksana proses pengeboran tersebut, yaitu pihak Lapindo Brantas Incorporation dan bukannya menjad tanggung jawab pihak lain, termasuk negara.
“Bahwa Lapindo Brantas adalah merupakan suatu perusahaan yang berbadan hukum yang merupakan subjek hukum yang dapat dimintakan pertanggungjawaban baik secara pidana maupun perdata sehingga tidaklah dapat dikatakan sebagai dari masyarakat dan atau rakyat dalam pengertian kemakmuran rakyat yang dimaksud dalam Pasal 23 ayat (1) UUD 1945,” tegas Taufik mewakili Para Pemohon.
Di akhir keterangannya, Taufik meminta agar seluruh materi muatan Pasal 18 UU APBN Tahun 2012 dibatalkan karena bertentangan dengan konstitusi dan dinyatakan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat. Hal itu dimaksudkan agar ada pengakuan jaminan dan kepastian hukum mengenai pajak-pajak yang dibayarkan oleh Pemohon seperti seharusnya dimaksudkan untuk kesejahteraan rakyat. (Yusti Nurul Agustin/mh)