Konstitusi adalah rumusan cita-cita bersama para founding fathers atau perwakilan rakyat. “Rumusan bersama yang mengandung cita-cita ideal bagaimana negara dijalankan dan kemana negara akan dibawa. Karena itu, dalam konstitusi ada tujuan berbangsa dan bernegara, bagaimana cara mencapai tujuan itu, ada dasa-dasar itu mencapai tujuan itu,” ungkap Hakim Konstitusi Hamdan Zoelva kepada para mahasiswa FH Universitas Surya Kencana Cianjur di Gedung MK, Jumat (15/6) siang.
Dikatakan Hamdan lagi, negara merupakan hal yang statis. Agar negara bisa berjalan sebagai suatu kaidah bersama, harus ada organ-organ yang diberi kekuasaan untuk menjalankan fungsi negara, organ negara atau lembaga negara.
“Karena itu dalam konstitusi diatur secara detail tentang cara pembentukan organ atau lembaga negara, kemudian cara pengisian jabatan-jabatan organ atau lembaga negara,” kata Hamdan kepada para mahasiswa.
Dengan demikian, lanjut Hamdan, fungsi dan kewenangan MPR, DPR, Presiden, MK, MA, semua ada dalam konstitusi. Oleh karena itu konstitusi biasa disebut sebagai charter of government, merupakan kesepakatan moral yang tertinggi dan berbeda dengan UU.
“Oleh sebab itu, cara untuk melahirkan konstitusi berbeda dengan cara untuk melahirkan undang-undang biasa. Cara untuk melahirkan konstitusi harus melibatkan rakyat yang lebih besar, dibanding cara untuk membentuk UU. Dalam pembentukannya, ada yang melalui referendum, tokoh-tokoh pemuka bangsa yang mewakili seluruh rakyat, dalam hal ini adalah MPR,” urai Hamdan.
Lebih lanjut Hamdan menjelaskan, konstitusi juga mengatur hubungan antara negara dengan warga negara. Negara tanpa ada jaminan konstitusi terhadap hak-hak warga negara, maka negara itu bisa dikatakan otoriter. Negara bisa berlaku sewenang-wenang terhadap warga negara.
“Konstitusi di seluruh dunia memuat secara tegas hak-hak dan jaminan hak warga negara. Jangan sampai negara bertindak sewenang-wenang terhadap warga negara sebagai pemilik dari negara,” tegas Hamdan.
“Setiap warga negara Indonesia boleh menggugat negara, kalau undang-undang yang dibuat melanggar hak-hak konstitusi yang dijamin dalam konstitusi,” tambah Hamdan.
Hamdan melanjutkan, di MK, semua warga negara berdiri sejajar dengan negara. Bahwa seorang warga negara berdiri sejajar dengan Presiden dan DPR.
“Kenapa? Karena logikanya, warga negara adalah pemilik negara yang harus tunduk kepada konstitusi. Apakah itu warga negara, organ negara, Presiden, DPR dan lainnya harus tunduk kepada aturan-aturan kehidupan bernegara yang dimuat dalam konstitusi,” imbuh Hamdan.
Dengan demikian, kata Hamdan, konstitusi adalah milik bersama, bukan milik Presiden, MK atau DPR. Namun konstitusi adalah milik seluruh warga bangsa.
“Konstitusi adalah milik kita bersama, milik petani, mahasiswa, buruh, organ negara dan lainnya. Selain itu, siapa pun yang melanggar konstitusi bisa digugat,” tandas Hamdan. (Nano Tresna Arfana/mh)