Mahkamah Konstitusi (MK) mempunyai sembilan orang hakim konstitusi yang ditetapkan oleh Presiden, yang diajukan tiga orang oleh Mahkamah Agung, tiga orang dari Dewan Perwakilan Rakyat dan tiga orang oleh Presiden.
“Hakim Konstitusi harus memiliki integritas dan kepribadian yang tidak tercela, adil, negarawan yang menguasai konstitusi dan ketatanegaraan serta tidak merangkap sebagai pejabat negara,” ujar Hakim Konstitusi Maria Farida Indrati saat menerima kunjungan para mahasiswa Pasca Sarjana Fakultas Hukum (FH) Universitas Atma Jaya, Rabu (13/6) siang di Ruang Konferensi Pers MK.
Lebih lanjut, Maria menjelaskan perihal pengajuan permohonan berperkara di MK. Syarat pengajuan permohonan ditulis dalam bahasa Indonesia, ditandatangani oleh pemohon atau kuasanya, diajukan dalam 12 rangkap, dijelaskan jenis perkara, sistematika berupa identitas dan kedudukan hukum, posita dan petitum. Selain itu disertai bukti pendukung.
Maria juga memaparkan proses persidangan di MK, dimulai dengan sidang pemeriksaan pendahuluan yang dilakukan dalam sidang terbuka untuk umum oleh Panel Hakim, sekurang-kurangnya terdiri atas tiga orang hakim konstitusi. “Pemeriksaan pendahuluan dilakukan dalam Sidang Pleno yang dihadiri sekurang-kurangnya tujuh orang hakim konstitusi,” tambah Maria.
Dalam pemeriksaan pendahuluan, hakim konstitusi memeriksa kelengkapan syarat-syarat permohonan serta kejelasan materi permohonan. Di samping itu, hakim konstitusi memberi nasihat mengenai kelengkapan syarat-syarat permohonan maupun perbaikan materi permohonan. Dalam 14 hari, materi permohonan harus sudah dilengkapi dan diperbaiki.
Setelah sidang pemeriksaan pendahuluan, barulah dilakukan sidang pembuktian para pihak. Sesuai Pasal 18 ayat (1) PMK No. 06/PMK/2005, pembuktian dibebankan kepada pemohon. Sedangkan yang merupakan alat bukti adalah surat atau tulisan, keterangan saksi, keterangan ahli, keterangan para pihak, petunjuk dan alat bukti lain berupa informasi yang diucapkan, dikirimkan, diterima atau disimpan secara elektronik dengan alat optik atau serupa dengan itu.
Sesudah melalui rangkaian proses panjang, mulai dari sidang pemeriksaan pendahuluan, sidang pembuktian para pihak, baru kemudian dilaksanakan sidang pembacaan putusan atau menyampaikan amar putusan. Amar putusan dapat menyatakan permohonan tidak dapat diterima, permohonan dikabulkan, dan permohonan ditolak.
Dalam kesempatan itu Maria menguraikan mengenai wewenang dan kewajiban MK. Sesuai bunyi Pasal 24C Ayat (1) UUD 1945, “MK berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji UU terhadap UUD, memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh UUD, memutus pembubaran parpol dan memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum.”
Sedangkan kewajiban MK, memberikan putusan atas pendapat DPR mengenai dugaan pelanggaran oleh Presiden dan/atau Wakil Presiden menurut UUD. Demikian bunyi dari Pasal 24C Ayat (2) UUD 1945. (Nano Tresna Arfana/mh)