Sejumlah mahasiswa hukum dari Universitas Indonesia (UI) untuk sekian kalinya bertandang ke Mahkamah Konstitusi, Senin (11/6) pagi. Kunjungan tersebut diterima oleh Hakim Konstitusi Ahmad Fadlil Sumadi, di Ruang Konferensi Pers Gedung MK, Jakarta. Selanjutnya pertemuan itu diawali dengan Fadlil Sumadi menguraikan sejarah berdirinya MK, dan tugas-tugasnya dalam mengawal konstitusi di Indonesia sesuai dengan keinginan dari puluhan mahasiswa UI tersebut.
Menurutnya, pemikiran yang pernah diungkapkan Moh. Yamin tentang rencana pembentukan sebuah lembaga yang bisa menguji undang-undang, muncul kembali ketika masyarakat menyadari bahwa konstitusi sebagai hukum tertinggi di negara ini tidak pernah ditegakkan secara hukum (yudisial). “Dalam undang-undang, dulu kita menganut suatu objek yang tidak bisa diganggu gugat (undang-undang tidak bisa diubah oleh masyarakat dengan cara apapun),” jelasnya.
Oleh karenanya, sebagai hukum tertinggi, kata Fadlil Sumadi, konstitusi harus bisa ditegakkan melalui mekanisme hukum, dan melalui mekanisme yudisial. "Akhirnya dibentuknya Mahkamah Konstitusi,” terang Doktor Universitas Diponegoro, Semarang itu. Pasalnya, Mahkamah Agung selaku lembaga peradilan satu-satunya waktu itu mempunyai sejumlah persoalan, salah satunya tambunnya kewenangan yang menyebabkan hampir tidak terselesaikan perkara di peradilan tersebut. Oleh karena itu, kata dia, dibentuknya MK untuk mengawal konstitusi sebagai hukum tertinggi.
Setelah terbentuknya lembaga peradilan MK, kewenangan dan kewajibannya selanjutnya juga tercantum dalam UUD 1945. Sesuai dengan penuturan Fadlil Sumadi, kewenangan pertama yang dimiliki oleh MK adalah mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar. Sementara itu, lembaga ini juga mempunyai kewenangan memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh Undang-Undang Dasar, memutus pembubaran partai politik, dan memutus perselisihan tentang hasil Pemililhan Umum menjadi kewenangan MK selanjutnya. Dan yang terakhir adalah kewajiban MK yakni wajib memberikan putusan atas pendapat Dewan Perwakilan Rakyat mengenai dugaan pelanggaran oleh Presiden dan/atau Wakil Presiden menurut Undang-Undang Dasar. “Semua itu penyelesaiannya dilakukan melalui peradilan (di Mahkamah Konstitusi),” ujar Hakim Konstitusi ini.
Disisi lain, Fadlil juga menjelaskan konstitusi pada zaman Nabi Muhammad SAW. Menurutnya, zaman dahulu Islam sudah mengenal konstitusionalisme yang terbentuk dalam Piagam Madinah pada masa Nabi Muhammad SAW memimpin. Kemudian aturan yang tercantum dalam piagam madinah tersebut diimplementasikan dalam pembentukan negara dengan konstitusi.
Dengan dasar itu, Fadlil melanjutkan, masyarakat Madinah membentuk sebuah pemerintahan dengan dipimpin langsung oleh Nabi Muhammad SAW. “Ketika itu Muhammad bukan hanya sebagai Nabi, tetapi juga sebagai pemimpin masyarakat,” terangnya.
Sedangkan dalam Negara Indonesia, sejumlah disiplin ilmu tampaknya masih terpolarisasi, seperti masih ada yang mengatakan Pancasila dinilai kafir oleh sejumlah orang. Namun pernyataan tersebut disangkal oleh Fadlil Sumadi. Menurutnya, persoalan Pancasila dan UUD 1945 sudah selesai, tidak ada persoalan lagi dengan aturan tersebut. “Mestinya soal Undang-Undang Dasar harus sudah selesai,” terangnya di hadapan sejumlah mahasiswa Hukum UI tersebut. (Shohibul Umam/mh)