Kant Kamal mengajukan Pengujian Undang-Undang (PUU) No. 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris, Jumat (8/6). Sidang perkara bernomor 49/PUU-X/2012 yang diketuai Hamdan Zoelva selaku Ketua Panel Hakim Konstitusi itu beragendakan pemeriksaan pendahuluan. Pada sidang kali ini pokok-pokok permohonan dipaparkan langsung oleh kuasa hukum Pemohon, Thomson Situmeang.
Memulai paparan pokok-pokok permohonannya, Tomson mengatakan ia merasa sangat dirugikan dengan diberlakukannya UU Jabatan Notaris, terutama akibat diberlakukannya Pasal 66 ayat (1) UU Jabatan Notaris. “Pemohon merasa dengan berlakunya pasal ini, sepanjang yang menyatakan dengan persetujuan Majelis Pengawas Daerah,” ujar Tomson.
Thomson melanjutkan bahwa ia pernah membuat laporan polisi di Kepolisian Republik Indonesia tentang memasukkan keterangan palsu ke dalam akta otentik. Namun dalam proses pembuatan laporan yang berlanjut ke proses pemeriksaan, setelah penyidik melakukan pemeriksaan saksi-saksi, pemeriksaan bukti surat, dan pemeriksaan notaris yang membuat akta otentik tersebut kerugian baru dirasakan Tomson. Pasalnya, dalam proses pemeriksaan itu penyidik sesuai dengan Pasal 66 ayat (1) tersebut bersama dengan penuntut umum ataupun Hakim berwenang memanggil notaris dengan persetujuan Majelis Pangawas Daerah. “Akan tetapi, setelah penyidik meminta persetujuan dari Majelis Pengawas Daerah tidak memberikan persetujuan untuk memeriksa notaris tersebut dan setelahnya tidak lagi ada upaya hukum. Sehingga informasi yang terakhir kami dapatkan, mulai dari SP2P bahwa penyidik kesulitan menghadirkan notaris ini untuk diperiksa sebagai saksi ataupun mungkin dapat ditingkatkan menjadi tersangka karena tidak mendapat persetujuan Majelis Pengawas Daerah dan setelahnya memang tidak bisa dilakukan upaya apapun,” jelas Tomson mengenai kerugian yang dideritanya.
Karena tidak mendapat persetujuan Majelis Pengawas Daerah penyidik menghentikan penyidikannya sehingga merugikan hak konstitusional Pemohon. Karena dengan dihentikan penyidik tersebut, Thomson yang merasa seharusnya masih menjabat selaku direktur sebuah perseroan akan kehilangan haknya dengan adanya akta otentik tersebut. “ Pasal 66 ayat (1) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris, khususnya frasa atau kalimat ‘dengan persetujuan Majelis Pengawas Daerah’, kami anggap bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia,” tutup Tomson diakhir penjelasannya terkait pokok-pokok permohoan Pemohon.
Nasihat Hakim
Sudah menjadi kewajiban panel hakim pada persidangan pendahuluan di MK untuk memberikan saran kepada Pemohon tentang hal-hal apa yang perlu diperbaiki. Namun, meski diberi kewajiban seperti itu, panel hakim tidak bisa memaksa Pemohon untuk mengikuti semua saran dari panel hakim.
Ahmad Fadlil Sumadi menyarankan Pemohon untuk mengeksplorasi argumen-argumen yang menurut Pemohon seharusnya tidak ada izin dari atau rekomendasi dari organisasi. “Apa argumen Saudara tidak perlunya rekomendasi dari organisasi? Ini terlalu minim argumentasinya. Dan sekiranya ada, Saudara masih fokus pada kepentingan klien Saudara. Tapi, dalil Saudara yang menyatakan bahwa kendala
ini adalah kendala konstitusional itu argumentasinya masih bertumpu pada hak klien Saudara yang melapor, belum sampai pada penguraian mengenai argumentasi tentang ndak perlunya rekomendasi itu,” saran Fadlil.
Zoelva juga menyatakan hal serupa dengan Fadlil bahwa Pemohon perlu mempertajam kembali substansi dan alasan-alasa permohonan Pemohon. “Walaupun di sini sudah diuraikan secara umum, tapi yang terpenting adalah dalam persoalan di MK ini adalah di mana pertentangan pasal itu dengan Pasal dalam Undang Undang Dasar? Di situlah uraiannya. Dalam kaitan ini, kepentingan konstitusional yang mana yang harus lebih dahulu dilindungi, ya?’ jelas Zoelva yang juga menanyakan hal-hal substansi yang kurang di dalam permohonan Pemohon. (Yusti Nurul Agustin/mh)