Mahkamah Konstitusi (MK) seringkali mendapatkan kunjungan dari berbagai pihak yang ingin mengetahui lebih banyak tentang MK dan segala kewenangan yang dimilikinya. Rombongan mahasiswa merupakan pengunjung terbanyak dan tersering yang menyambangi MK di sela-sela program Kunjungan Kerja Lapangan (KKL) mereka. Dan hari ini, Senin (4/6) giliran rombongan mahasiswa dan dosen Fakultas Syariah Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Raden Fatah, Palembang yang bertandang ke MK. Sebanyak kurang lebih 57 Mahasiswa dan Dosen Fakultas Syariah IAIN Raden Fatah yang berkunjung dan ditemui langsung oleh salah satu hakim konstitu si yaitu Muhammad Alim. Tidak hanya itu, rombongan berjaket almamater hijau itu berkesempatan menerima materi seputar MK langsung dari Alim.
Bertempat di ruang diklat, lantai 8, Gedung MK, Alim memulai paparan materinya dengan mengutarakan bahwa Mahkamah Konstitusi (MK) dan Mahkamah Agung (MA) sesuai Perubahan Ketiga Pasal 24 ayat (1) dan (2) UUD 1945 bertugas sebagai pelaku kekuasaan kehakiman yang menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan. Lebih detil, Alim menegaskan bahwa hukum dan keadilan tidak sama. Hukum menyikapi suatu perkara dengan menyamaratakannya, sedang keadilan justru tidak boleh menyamaratakan suatu perkara. “Contohnya, kalau dalam hukum semua pencuri itu dihukum dengan jumlah hukuman yang sama. Tapi untuk menegakkan keadilan, pencuri pisang dengan koruptor tidak bisa diberikan jumlah hukuman yang sama,” jelas Alim.
Namun, lanjut Alim, dalam menegakkan hukum dan keadilan, MK sebagai pengawal, penafsir, dan penegak konstitusi selalu mendasarkan diri kepada ketentuan dalam UUD 1945. Maka itulah, kewenangan MK pun diberikan oleh UUD 1945, tepatnya termaktub dalam Pasal 24C ayat (1) UUD 1945. Alim kemudian menyebutkan satu per satu kewenangan MK, yaitu MK berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji UU terhadap UUD 1945, memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh UUD 1945, memutus pembubaran partai politik, dan memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum. MK juga memiliki satu kewajiban yang tercantum dalam Pasal 24C ayat (2) UUD 1945, yaitu memberikan putusan atas pendapat DPR mengenai dugaan pelanggaran oleh Presiden dan/atau Wakil Presiden menurut UUD 1945.
Hukum Islam
Alim dalam penjelasannya tentang hukum, konstitusi, dan MK kerap mengaitkannya dengan Islam dan hukum Islam. Hal itu dimaksudkan untuk mendekatkan materi dengan para mahasiswa dan dosen IAIN Raden Fatah yang notabene berlatar belakang pendidikan hukum Islam.
Salah satu penjelasan Alim yang dikaitkan dengan hukum Islam, yaitu mengenai kewenangan judicial review yang dimiliki MKRI dan seluruh MK yang ada di negara-negara lain. Dalam literatur yang umum beredar, John Marshall, Ketua MA Federal Amerika Serikat pada tahun 1803-lah yang dianggap sebagai peletak dasar adanya judicial review. Padahal, menurut Alim, tentang pengujian konstitusional sudah dijelaskan dalam kitab suci umat Islam, Alquran jauh-jauh hari sebelumnnya. Sembari menyitir salah satu ayat dalam Alquran, Alim mengatakan dalam hukum Islam juga dikenal hierarki hukum yang memunculkan kemungkinan adanya review terhadap hukum-hukum yang “stratanya” berada di bawah hukum tertinggi.
“Dalam hukum Islam tata urutan perundang-undangannya, yaitu Alquran, Sunah (Hadis), dan Ijtihad yang tersusun rapi seperti piramida. Kalau Hans Kelsen dalam bukunya ‘General Theory of Law and State’ mengemukakan teori piramida atau piramida hukum, maka hukum Islam sudah sebelas abad lebih awal mengemukakan hal itu,” papar Alim.
Kembali ke pembahasan hukum di Indonesia, Alim menjelaskan bahwa asas-asas peradilan di Indonesia mencakup, ketakberpihakan, penegakkan hukum dan keadilan, demi keadilan berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa, peradilan sederhana, cepat dan berbiaya ringan, persamaan kedudukan hukum di muka hukum, asas legalitas, mendengarkan kedua belah pihak, praduga tak bersalah, keharusan mengadili perkara, sidang terbuka,dan adanya pengumuman perbedaan pendapat.
Kesemua asas peradilan tersebut ditegaskan Alim sudah dilaksanakan oleh MK. Buktinya antara lain, semua sidang di MK dibuka untuk umum selain itu berperkara di MK tidak dipungut biaya sepeser pun, hanya biaya materai yang disetorkan ke negara. (Yusti Nurul Agustin/mh)