Kekuasaan kehakiman di Indonesia dilaksanakan oleh Mahkamah Agung (MA) dan oleh Mahkamah Konstitusi (MK). MA mempunyai lembaga-lembaga peradilan di bawahnya, sedangkan Mahkamah Konstitusi hanya berada di pusat.
“Sesuai bunyi Pasal 24C Ayat (1) UUD 1945, ‘MK berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji UU terhadap UUD, memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh UUD, memutus pembubaran parpol dan memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum,” urai Hakim Maria Farida Indrati saat menerima kunjungan para mahasiswa Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, Senin (4/6) pagi di Ruang Konferensi Pers MK.
Selain itu, lanjut Maria, MK wajib memberikan putusan atas pendapat DPR mengenai dugaan pelanggaran oleh Presiden dan/atau Wakil Presiden menurut UUD. Demikian bunyi dari Pasal 24C Ayat (2) UUD 1945.
“Dugaan pelanggaran oleh Presiden dapat diajukan ke MK, kalau Presiden melakukan pengkhianatan terhadap negara atau melakukan perbuatan yang bertentangan dengan negara, seperti korupsi, penyuapan, maupun Presiden mendapat ancaman sanksi pidana minimum 5 tahun dan sebagainya,” ujar Maria yang juga menjelaskan kewenangan lainnya MK yaitu mengadili Pemilihan Umum Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah (Pemilukada).
Dikatakan Maria lagi, dari semua wewenang MK tersebut, yang paling banyak ditangani MK saat ini adalah sengketa Pemilukada dan pengujian UU.
“Kenapa sengketa Pemilukada begitu banyak? Karena Indonesia memiliki 491 kabupaten dan 33 provinsi. Bayangkan saja, hampir 2/3 dari daerah-daerah Indonesia mengajukan perkara ke MK,” jelas Maria.
“Kalau kandidatnya 2 pasangan, yang satu menang dan satu lagi mengajukan gugatan ke MK. Kalau kandidatnya ada 5 pasangan, yang satu menang dan yang empat mengajukan gugatan ke MK. Kadang-kadang ada 10 kandidat pasangan, yang satu menang dan yang sembilan mengajukan gugatan ke MK. Jadi bisa dibayangkan, angka itu bisa jauh lebih banyak,” imbuh Maria kepada para mahasiswa.
Lebih lanjut Maria memaparkan mengenai hakim konstitusi. Sesuai Pasal 24C Ayat (3) UUD 1945, “Mahkamah Konstitusi mempunyai sembilan orang anggota hakim konstitusi yang ditetapkan oleh Presiden, yang diajukan masing-masing tiga orang oleh Mahkamah Agung, tiga orang oleh DPR, dan tiga orang oleh Presiden.”
Di samping itu, dalam Pasal 24C UUD 1945 juga disebutkan bahwa Ketua dan Wakil Ketua MK dipilih dari dan oleh hakim konstitusi. Ditambah lagi, hakim konstitusi harus memiliki integritas dan kepribadian yang tidak tercela, adil, negarawan yang menguasai konstitusi dan ketatanegaraan, serta tidak merangkap sebagai pejabat negara.
Dalam kesempatan itu Maria juga menjelaskan panjang lebar mengenai proses persidangan di MK, mulai dari pemeriksaaan pendahuluan, pembuktian hingga pembacaan putusan. Usai memberikan ‘kuliah singkat’ kepada para mahasiswa, barulah dibuka sesi tanya-jawab seputar materi yang disampaikan Maria Farida Indrati. (Nano Tresna Arfana/mh)