Kuasa Hukum Para Pemohon No. 42/PUU-X/2012, Yuda Sanjaya mengatakan bahwa Pasal 7 ayat (6a) Undang-Undang No. 4 Tahun 2012 tentang Perubahan atas Undang-Undang No. 22 Tahun 2011 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2012 (Pasal 7 ayat (6a) UU APBNP), merupakan pasal yang telah mencederai semangat pendiri bangsa yang sudah berupaya merebut kedaulatan Minyak dan Gas Bumi (Migas) dari tangan orang asing.
Demikian penuturan Kuasa Hukum Para Pemohon tersebut dalam sidang perbaikan di Mahkamah Konstitusi, Kamis (31/05) siang. Selanjutnya, Yuda juga menjelaskan bahwa Para Pemohon hanya ingin menguraikan betapa sejak awal negara ini didirikan oleh para pendiri bangsa ini menggunakan konsep: Harta yang terdapat dalam bumi ini dimiliki oleh negara, dan digunakan untuk kesejahtaraan rakyat. “Konsep tersebut tidak akan diubah,” ujar Yuda.
Namun dengan adanya Pasal 7 ayat (6a) tersebut, menurut Yuda, telah mengubah konsep yang sudah dibuat oleh pendiri bangsa ini. Sehingga konsep tersebut menjadikan harta kekayaan yang terdapat didalam bumi Indonesia diserahkan sepenuhnya kepada pasar.
Dalam Ketentuan Pasal 7 ayat (6a) UU No. 4 Tahun 2012 berbunyi, “Harga jual eceran BBM bersubsidi tidak mengalami kenaikan, kecuali dalam hal harga rata-rata minyak mentah Indonesia (Indonesian Crude Price/ICP) dalam kurun waktu berjalan mengalami kenaikan atau penurunan lebih dari 15% (lima belas persen) dari harga ICP yang diasumsikan dalam APBN Perubahan Tahun Anggaran 2012, Pemerintah berwenang untuk melakukan penyesuaian harga BBM bersubsidi dan kebijakan pendukungnya.”
Disamping pasal yang diujikan tetap sama, para Pemohon juga menjelaskan legal standing (kedudukan hukum) yang diajukan oleh para Pemohon. Menurut Yuda, Para Pemohon dalam badan hukum tersebut adalah sebuah organisasi yang sudah memiliki Anggaran Dasar. “Oleh karena itu, para Pemohon layak sebagai badan hukum dalam persidangan ini,” jelasnya.
Sidang yang bernomor perkara 42/PUU-X/2012 ini diajukan oleh Perhimpunan Magister Hukum Indonesia (PMHI), Penegakan Hukum dan Hak Asasi Manusia untuk Kebenaran dan Keadilan Negara Kesatuan Republik Indonesia (PEMBELA NKRI), Eddy Wesley Parulian Sibarani, Masyur Maturidi, dan M. Fadhlan Hagabean Nasution.
Sementara pengujian Pasal 7 ayat (6a) UU APBNP tersebut juga diajukan oleh Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI), Konfederasi Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (KSBSI), Federasi Serikat Buruh Indonesia (FSBI), dan Federasi Serikat Pekerja Tekstil, Sandang dan Kulit (FSPTSK), denga bernomor perkara 43/PUU-X/2012. Namun, dalam permohonan Perkara No. 43/PUU-X/2012, Pemohon juga menguji Pasal 7 ayat (1) dan Pasal 15A UU APBNP TA 2012.
Seperti diwartakan dalam sidang pemeriksaan, Virza Roy Hizal selaku kuasa hukum Perkara No. 42 mengatakan bahwa terdapat dua alasan utama dalam permohonannya. Pertama, ketentuan tersebu telah menimbulkan ketidakpastian hukum. “Karena bertolak belakang dengan Pasal 7 ayat (6) Undang-Undang No. 4 Tahun 2012,” ujarnya.
Dimana dalam ayat (6), lanjut Virza, menyatakan harga jual eceran BBM bersubsidi tidak mengalami kenaikan, sedangkan dalam ayat (6a) malah memungkinkan adanya kenaikan. Dan alasan kedua, ialah adanya ketidakjelasan rumusan dalam Pasal 7 ayat (6a) yang diuji tersebut, khususnya terkait pemberian jangka waktu. (Shohibul Umam/mh)