Tidak Netral, PNS Terancam Sanksi Rp 6 Juta
Kamis, 31 Mei 2012
| 16:02 WIB
JAKARTA, KOMPAS.com - Sudah jelas disebutkan bahwa anggota Pegawai Negeri Sipil (PNS) harus netral dalam Pemilihan Umum Kepala Daerah (Pilkada) DKI Jakarta 2012. Untuk itu, PNS dapat dikenai denda sebesar Rp 6.000.000 jika diketahui dan terbukti menguntungkan atau merugikan salah satu pasangan calon selama masa kampanye.
Ketua Panitia Pengawas Pemilu (Panwaslu) DKI Jakarta, Ramdansyah, mengatakan bahwa terkait netralitas PNS pada Pilkada telah diatur jelas dalam undang-undang. Hal ini kemudian diperkuat dengan adanya putusan Mahkamah Konstitusi.
"Posisi PNS dalam Pilkada memang menjadi krusial karena banyak persoalan yang berkembang di lapangan," kata Ramdans, saat bertemu dengan timses cagub di Gedung Sasana Prasada Karya, Jakarta, Kamis (31/5/2012).
Salah satu keterlibatan PNS yang merugikan salah satu cagub pernah dialami oleh Hidayat Nur Wahid yang dilarang memberikan khotbah Jumat di Masjid An Ni'mah di Pulau Panggang, Kepulauan Seribu. Bahkan ada PNS yang diancam akan dimutasi jika tidak memilih pasangan calon tertentu.
"Panwascam Pulau Seribu terima laporan itu. Ada orang tua melapor anaknya yang PNS akan dimutasi kalau tidak pilih pasangan tertentu," jelas Ramdan.
Padahal dalam Pasal 80 UU No 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah sudah disebutkan tentang netralitas PNS. Berikut bunyi pasalnya yaitu Pejabat Negara, pejabat struktural dan fungsional dalam jabatan negeri dan kepala desa dilarang membuat keputusan dan/atau tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu pasangan calon selama masa kampanye.
Kemudian diatur pula ancaman pidana terkait pelanggaran netralitas PNS ini dalam Pasal 116 ayat 4 No 32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah. Adapun pasal tersebut berbunyi setiap pejabat negara, pejabat struktural dan fungsional dalam jabatan negeri dan kepala desa dengan sengaja melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 83 diancam dengan pidana penjara paling singkat sebulan atau paling lama enam bulan dan/ atau denda paling sedikit Rp 600.000 dan paling banyak Rp 6.000.000.
"Jadi sudah jelas ini. Kalau ada yang tahu segera laporkan. Kami akan cek dan tindaklanjuti," tegas Ramdan.