Berbagai pertanyaan terlontar dari para mahasiswa Fakultas Hukum (FH) Universitas Batam, mulai dari putusan PHPU Kota Waringin Barat yang begitu hangat, hingga masalah peran panwaslu di daerah. Itulah yang terlihat pada saat melakukan ’kuliah singkat’ mahasiswa FH Universitas Batam dengan Peneliti Mahkamah Konstitusi (MK) Fajar Laksono Soeroso, Rabu (30/5) pagi di Ruang Konferensi Pers MK.
Mengenai eksekusi putusan PHPU Kabupaten Kotawaringin Barat, Fajar mengatakan hal itu menjadi putusan yang revolusioner. Hasil Pemilukada Kotawaringin Barat menyatakan Bupati yang lama dinyatakan kalah, sedangkan yang menang adalah Sugiyanto Sabrar. Kemudian Bupati lama itu mengajukan gugatan ke MK karena menganggap kemenangan Sugiyanto diraih dengan cara-cara yang melanggar demokrasi.
Setelah mendengarkan keterangan saksi-saksi dan fakta persidanga PHPU Kabupaten Kotawaringin Barat, ternyata kemenangan Sugiyanto diraih dengan cara-cara yang melanggar demokrasi. Ada intimidasi, politik uang, dan sebagainya, yang terjadi secara sistematis, terstruktur dan masif
“Hingga akhirnya MK memutuskan mendiskualifikasi Sugiyanto dan menyatakan pemenangnya adalah Ujang Iskandar sebagai Bupati lama Kabupaten Kotawaringin Barat. Kenapa dimenangkan? Karena calonnya tinggal dua. Kalau calonnya ada tiga, mungkin masih bisa dilakukan pemilukada ulang,” ucap Fajar yang didampingi moderator Yudi Cornelis, dosen FH Universitas Batam.
Namun, sambung Fajar, pasca putusan PHPU Kabupaten Kotawaringin Barat itu muncul perlawanan dari masyarakat dan DPRD setempat, yang menyebabkan Kementerian Dalam Negeri tidak bisa menindaklanjuti putusan itu.
“Seharusnya dia yang bertanggung-jawab, kalau sudah itu dimenangkan, KPUD tinggal menetapkan dan disampaikan kepada Kementerian Dalam Negeri, supaya pemenangnya bisa dilantik,” tambah Fajar.
Lebih lanjut, Fajar menanggapi kemungkinan adanya saksi palsu saat sidang PHPU Kabupaten Kotawaringin Barat. Fajar meyakini apa yang disampaikan Prof. Mahfud MD, MK sudah menggelar secara seimbang semua pihak. Selain itu, pihak-pihak yang berbicara di persidangan adalah pihak-pihak yang sudah disumpah. Artinya, itulah yang menjadi pegangan MK.
“Ketika sudah disumpah, dia mau menipu, bohong dan sebagainya, itu bukan urusan MK. Bila ternyata belakangan diketahui ada saksi palsu, silahkan diproses pidananya, tapi putusan tidak bisa dibatalkan,” urai Fajar.
Dalam kesempatan itu, Fajar menjelaskan peran panwaslu di daerah. “Ketika semua perkara pemilukada masuk ke MK, maka MK seolah menjadi keranjang sampah. Seharusnya, kalau kita membaca UU Pemda, peran Panwaslu sangat besar. Sebelum perkara pemilukada masuk ke MK, sebenarnya semua perkara bisa diselesaikan di daerah, tidak perlu datang ke MK. Kalau hal itu dilakukan secara efektif, saya kira MK tidak akan kebanjiran perkara seperti sekarang,” tandas Fajar. (Nano Tresna Arfana/mh)