Pancasila merupakan resep kesatuan bangsa. Hal ini disampaikan oleh Hakim Konstitusi Harjono ketika menerima kunjungan dari Mahasiswa Swiss Germany University pada Senin (28/5), di Aula Gedung MK.
“Pada dasarnya, bangsa kita adalah bangsa pluralis. Terdiri dari berbagai suku dengan bahasa daerah berbeda. Lantas, apa yang bisa menjadikannya satu? Jadi, resep penyatunya adalah Pancasila. Kalau tidak ada Pancasila, mustahil kita bisa menjadi satu bangsa. Semua karena Pancasila terdiri dari Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang Adil dan Beradab, Persatuan Indonesia, Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksaan dan Permusywaratan Perwakilan, serta Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia. Hanya dengan resep Pancasila ini, pluralisme jadi satu kesatuan bangsa. Untuk merekatkan negara, maka Pancasila menjadi dasar negara yg kita bentuk,” jelasnya di hadapan sekitar 200 mahasiswa yang hadir.
Dalam kesempatan itu, Harjono juga menjelaskan mengenai pelaksanaan demokrasi di Indonesia. Memasuki era reformasi, mahasiswa dan masyarakat menuntut empat hal, yakni menegakkan demokrasi, penegakan hukum dan HAM, mengadili kasus korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) serta meminta desentralisasi daerah. “Menegakkan demokrasi karena selama orde baru tidak ada penegakan demokrasi. Kemudian penegakan hukum dan HAM karena banyaknya kasus orang hilang dan lainnya. Mengadili kasus KKN dan melaksanakan tuntutan desentralisasi karena pada masa orde baru tidak banyak daerah yang menikmati pembangunan,” paparnya.
Ia juga mengungkapkan mengenai perubahan UUD 1945. Pada reformasi, ada perubahan terhadap UUD 1945 untuk emnejaga demokrasi. “Adanya pencantuman pasal tentang pemilihan umum menandai negara telah memenuhi tuntutan untuk menegakkan demokrasi dan melaksanakan Pancasila,” ujarnya.
Indonesia menganut paham demokrasi sesuai dengan yang tercantum dalam Pasal 1 ayat (2) UUD 1945 yang menyatakan “Kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan berdasarkan UUD”. Dalam pelaksanaannya, demokrasi di Indonesia dilakukan dengan sistem perwakilan yang diatur oleh UUD. Setelah perubahan, UUD diposisikan sebagai supreme law of the land atau sebagai hukum tertinggi negara yang berarti segala hukum di negara ini harus tunduk pada ketentuan UUD 1945. Hal tersebut karena UUD 1945 merupakan kesepakatan bersama,” paparnya.
Harjono juga mengungkapkan dengan menempatkan sebagai hukum tertinggi, harus ada ketentuan agar hukum tertinggi tersebut tidak bisa dilanggar dengan sanksi. “Jika UUD 1945 ditegakkan menggunakan cara politik, maka tidak akan konsisten, karena hanya berpihak pada kekuatan politik yang berkuasa. Mekanisme paling baik untuk menegakkan sanksi adalah melalui pengadilan. Setelah perubahan UUD 1945, ada kebutuhan lembaga untuk menegakkan UUD 1945 secara hukum, maka dibentuklah Mahkamah Konstitusi,” terangnya. (Lulu Anjarsari/mh)