Pasal terkait peninjauan kembali diuji lagi ke Mahkamah Konstitusi. Pemohon kali ini adalah I Made Sudana, pensiunan pegawai negeri sipil. Sidang pendahuluan digelar secara jarak jauh dengan menggunakan fasilitas video conference di Universitas Udayana, Bali pada Senin (28/5) di Ruang Sidang Pleno MK.
Dalam permohonannya, Sudana menguji Pasal 268 ayat (3) Undang-Undang No. 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP), Pasal 23 ayat (2) Undang-Undang No. 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman, dan Pasal 66 ayat (1) Undang-Undang No. 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung.
Sudana mengungkapkan, tidak adanya upaya hukum terhadap putusan peninjauan kembali telah merugikannya. “Membawa pengaruh negatif dalam penegakan hukum atas putusan dalam tingkat peninjauan kembali yang ada indikasi terjadi penyalahgunaan hukum,” ujarnya.
Di samping itu, menurut dia, dalam sidang peninjauan kembali kurang tepat jika hanya disidangkan oleh Majelis yang seluruh anggotanya dari Mahkamah Agung. “Sebab telah menjadi perbincangan yang negatif di masyarakat sebab yang terlibat dalam perkara tersebut bisa menghubungi anggota/ketua majelisnya bahkan Ketua Mahkamah Agung untuk menyampaikan keinginannya,” tuturnya. “Walaupun dalam tatib di Mahkamah Agung telah diatur pihak yang berperkara tidak boleh menghadap atau menemui anggota majelis.”
Oleh karena itu, dalam permohonan tertulisnya, ia pun kemudian meminta kepada Mahkamah untuk merumuskan aturan yang pada intinya menyatakan bahwa komposisi hakim terdiri dari anggota Mahkamah Agung, anggota komisi konstitusi, anggota komisi yudisial, dan dua orang anggota profesional dari kalangan ahli hukum yakni Fakultas Hukum senior dan ada advokat senior.
Selain itu, dia juga mengusulkan untuk dilakukan eksaminasi putusan sebelum dilakukan sidang peninjauan kembali. “Terlebih dahulu permohonan tersebut dieksaminasi atau diadakan bedah perkara oleh suatu susunan Majelis yang akan mengadakan eksaminasi tersebut yang anggotanya juga dari unsur-unsur tersebut di atas tetapi orangnya berbeda,” paparnya.
Setelah mendengarkan pokok-pokok permohonan, Panel Hakim Konstitusi yang terdiri dari Hakim Konstitusi Anwar Usman (Ketua), Hakim Konstitusi Akil Mochtar, dan Hakim Konstitusi Hamdan Zoelva, selanjutnya memberikan beberapa saran dan nasihat kepada Pemohon. Pada dasarnya, menurut para Hakim, permohonan Pemohon masih perlu banyak perbaikan. “Rombak total,” saran Hamdan.
Bahkan, Akil Mochtar memberikan ungkapan yang cukup pedas kepada Pemohon. “Permohonannya panjang tapi isinya gak jelas,” tegasnya. “Petitum Pemohon tidak ada kaitannya dengan kewenangan Mahkamah.” (Dodi/mh)