Himpunan Mahasiswa Sosial Politik Universitas Negeri Jakarta (UNJ) berkunjung ke Mahkamah Konstitusi (MK), Senin (28/5) siang. Kedatangan mereka diterima langsung oleh Hakim Konstitusi Harjono, yang berlanjut dengan memberikan ‘kuliah singkat’ mengenai sejarah lahir dan latar belakang dibentuknya MK pada 2003.
“Kenapa harus ada lembaga baru seperti Mahkamah Konstitusi? Perubahan UUD 1945 sejak 1999-2002 tidak dapat dipisahkan dari satu peristiwa politik yang disebut sebagai Reformasi 1998,” jelas Harjono saat membuka pertemuan dengan para mahasiswa.
Dilanjutkan Harjono, Reformasi 1998 dimulai oleh satu krisis yaitu krisis finansial, berlanjut pada krisis ekonomi hingga muncul krisis politik, termasuk tuntutan dilakukan perubahan UUD 1945. Pada saat masa Reformasi 1998 banyak tuntutan yang disampaikan oleh elemen masyarakat.
“Tuntutan muncul karena praktik politik pada masa orde baru dianggap ada masalah. Oleh karena itu, reformasi menuntut beberapa hal. Pertama, reformasi menuntut ditegakkannya demokratisasi karena pemerintahan saat itu dinilai tidak demokratis,” ujar Harjono.
Hal kedua, lanjut Harjono, penuntutan agar penegakan hukum dan hak asasi manusia (HAM) dilakukan. Karena pada masa itu, pemerintah dianggap kurang adil, banyaknya pelanggaran HAM dan penegakan hukum.
“Berikutnya, ada tuntutan pemberantasan Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN) di Indonesia. Hal itu disebabkan begitu maraknya KKN, bahkan berlanjut sampai masa sekarang yang tak kunjung selesai,” ucap Harjono.
Terakhir, antara lain adanya tuntutan agar otonomi daerah diberi luang yang lebih luas. Karena pada saat itu, masyarakat di beberapa daerah Indonesia sangat minim menikmati hasil pembangunan. Seluruh hasil pembangunan lebih banyak dinikmati oleh pusat.
Karena ada tuntutan-tuntutan tersebut, MPR hasil pemilihan umum di masa pemerintahan BJ. Habibie melihat dan mengkaji berbagai permasalahan pada masa orde baru terkait dengan kelemahan UUD yang digunakan.
“Dari hasil kajian MPR dikeluarkanlah perubahan UUD 1945 sebanyak empat tahap, sebagai perubahan yang berturut, berseri atau saling bergandengan,” kata Harjono.
Hasil perubahan UUD 1945 menelurkan sejumlah hal yang bertujuan agar praktik kenegaraan di Indonesia berjalan lebih baik. Dalam perubahan UUD 1945 ditambahkan beberapa sub dari pasal-pasal yang ada. Misalnya ada Pasal 28A, Pasal 28B, Pasal 28C dan seterusnya.
“Kenapa harus ditambahkan? Bukankah UUD 1945 sebelum perubahan sudah menyinggung soal HAM? Oleh karena itu, kelemahan UUD 1945 mengenai HAM, melalui perubahan UUD 1945 dilakukan dengan mencampurkan ketentuan-ketentuan HAM,” imbuh Harjono.
Selanjutnya, setelah terjadi perubahan UUD 1945 (1999-2002), dibentuklah Mahkamah Konstitusi sebagai lembaga peradilan baru di Indonesia pada 2003. Wewenang MK adalah melakukan pengujian UU, memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh UUD, memutus pembubaran parpol, memutus perselisihan hasil pemilihan umum maupun pemilukada, serta berkewajiban memberi pendapat kepada pendapat DPR mengenai dugaan pelanggaran oleh Presiden dan/atau Wakil Presiden menurut UUD. (Nano Tresna Arfana/mh)