(KRjogja.com) - Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Mahfud MD menilai, pemberian grasi oleh presiden Soesilo Bambang Yudhoyono (SBY) kepada Schapelle Corby sama saja dengan mempertaruhkan moralitas dan masa depan bangsa Indonesia. Hal tersebut juga menjadi preseden buruk hukum Indonesia dalam penanganan kasus narkoba.
"Secara konstitusional ini memang hak presiden dan boleh mengeluarkan itu dengan pertimbangan MA, Jaksa Agung, Mentri Hukum dan HAM. Semua sudah memberi pertimbangan, tidak ada kesalahan konstitusional tetapi masalah sosiologis, politis, moralitas dan masalah masa depan bangsa dipertaruhkan oleh seorang Corby," ujarnya ketika ditemui usai pelantikan rektor UGM di kampus setempat, Senin (28/5).
Menurut Mahfud, pemberian grasi terhadap terpidana kasus narkoba bagi warga asal Australia tersebut juga baru pertama kalinya dilakukan oleh pemerintah Indonesia. Langkah ini sangat disayangkan karena seharusnya Indonesia bisa lebih keras dalam menerapkan hukum kejahatan narkoba.
"Ini bisa jadi preseden buruk dan ini pemerintah indonesia baru pertama memberi grasi pada kejahatan narkoba. Kedepan kita harus lebih keras, punya standar jelas bahwa urusan korupsi terorisme dan narkoba tidak akan ada toleransi. Harus menjatuhkan hukuman berat," tegasnya.
Dijelaskan, secara konstitusional, langkah presiden memang tidak menyalahi aturan. Akan tetapi, kejahatan narkoba termasuk kejahatan besar setara dengan terorisme, korupsi dan termasuk extraordinary crime. Bahkan kejahatan narkoba merupakan tindakan yang menghancurkan masa depan bangsa.
"Hukuman harus berat dan tegas, karena saya katakan kalau kejahatan narkoba seperti kesaksian yang sudah ada, itu yang dibunuh kehidupan bangsa bukan hidup manusia yang terkena tapi kehidupan bangsa," katanya.
Sementara, terkait bisa atau tidaknya grasi atas Corby dibatalkan, Mahfud tidak berkenan menjawab secara gamblang. Namun ditegaskan jika tidak ada alasan dalam undang-undang yang menyebut kriteria apa saja yang bisa memungkinkan pemberian grasi kejahatan narkoba.
"Alasannya tidak ada dalam UU, kalau di UU ada berarti semua akan minta grasi. Sekarang masih mau dipersoalkan silahkan saja saya tidak mau mendahului pengadilan. Sekarang sedang digugat agar dibatalkan, kalau bisa tidaknya tergantung pengadilan yang terkait nanti," tandasnya.