Penyelenggaraan Pemilukada dengan kepala daerah dipilih secara langsung oleh rakyat telah melenceng jauh dari makna demokrasi dengan banyaknya kecurangan yang dilakukan dengan terstruktur, sistematis dan masif. Kecurangan Pemilukada mencederai nilai-nilai hukum dan demokrasi itu sendiri.
Demikian disampaikan oleh Ketua Mahkamah Konstitusi Moh Mahfud MD dalam Seminar Nasional yang bertema “ Pemilihan Umum Kepala Daerah Dalam Perspektif Demokrasi dan Hukum yang diselenggarakan di Universitas Tanjungpura Pontianak pada Senin (21/5). Acara seminar tersebut dihadiri oleh Gubernur Kalimantan Barat, Ketua DPRD, Kapolda, Bawaslu, serta sekitar 300-an orang yang menghadiri acara dari berbagai universitas di Kalimantan Barat.
Dalam sambutannya, Mahfud mengatakan lembaga yang dipimpinya telah menerima perkara sengketa Pemilukada sebanyak 418 perkara. Sebanyak tersebut, 278 perkara diputus ditolak oleh MK karena gugatanya tidak masuk akal dan sebanyak 85 perkara tidak dapat diterima karena telah melewati tenggat waktu yang telah ditentukan. Sedangkan sebanyak 46 perkara sengketa pemiluhan umum kepala daerah dikabulkan oleh lembaga pengawal konstitusi ini.
Mahfud juga menambahkan seluruh perkara sengketa Pemilukada di MK bermasalah. Permasalahan tersebut biasanya dapat dikatakan merupakan pelanggaran sistematis, terstruktur dan masif . “Pelanggaran tersebut dilakukan oleh masing-masing pihak antara lain keterlibatan KPU untuk memenangkan salah satu calon, serta adanya rasa haus akan kekuasan oleh bupati incumbent, sehingga incumbent tersebut akan melakukan berbagai tindakan untuk dapat menjadi pemenang dengan melakukan politik uang, intimidasi dan lain sebagainya,” jelas Mahfud.
Mahfud juga menyatakan Pemilukada masih diwarnai konflik sosial. “Pemilihan umum kepala daerah juga dapat menyebabkan konflik sosial, yaitu memecah belah pendukung satu sama lainnya, sehingga adanya permusuhan melalui teror dan penganiayaan serta juga menghabiskan biaya yang sangat besar,” jelasnya. Sedangkan mengenai MK tidak memutus aspek pelanggaran pidana disebabkan oleh karena itu urusan peradilan pidana dan kepolisian. “MK hanya memutus masalah perselisihan hasil pemilihan umum kepala daerah,” tegas Mantan Menteri Pertahanan era Gus Dur ini.
Sebelum mengakhiri acara ini, Mahfud menyampaikan pesan-pesanya apabila kita semua memang mencintai bangsa ini kita pasti memiliki rasa nasionalisme tinggi. Rasa nasionalisme itu bukan hanya melindungi bangsa dari peperangan, karena pada saat ini peperangan itu mungkin tidak akan ada. “Pemerintah membeli tank, sukhoi dan senjata-senjata yang maju itu hanya ingin menunjukkan kemajuan bangsa saja, bukan untuk berperang melawan negara atau siapa,” lanjut Mahfud.
Untuk penegakan hukum indonesia, perang yang sesungguhnya ada di dalam diri kita sendiri sebagai bangsa indonesia. Hal tersebut terjadi disebabkan bangsa indonesia kurang tegas menegakkan keadilan, sehingga masih banyak rakyat yang menginginkan keadilan tersebut terwujud menjadi kenyataan. Guru Besar Hukum Tata Negara UII Yogyakarta UII ini di akhir materinya juga menekankan adanya kesadaran suatu pemimpin merupakan hal yang paling penting untuk kesejahteraan suatu bangsa. (Panji Erawan/ Hamdi/Miftakhul Huda)