Majelis Hakim Konstitusi memutuskan menolak untuk seluruhnya perkara PHPU Kabupaten Aceh Barat - Perkara No. 28/PHPU. D-X/2012. “Amar putusan mengadili, menyatakan dalam eksepsi, menolak eksepsi Pihak Termohon dan eksepsi Pihak Terkait. Dalam Pokok Perkara, menolak permohonan Pemohon untuk seluruhnya,” demikian dibacakan Ketua Pleno Mahfud MD didampingi para hakim konstitusi lainnya, Rabu (16/5) siang di Ruang Sidang Mahkamah Konstitusi (MK).
Menimbang eksepsi Termohon dan Pihak Terkait II mengenai Pemohon tidak memiliki kedudukan hukum dan perubahan permohonan cacat formil karena permohonan awal tidak lengkap ditandatangani oleh para pasangan calon. Mahkamah menilai, permohonan para pasangan calon secara bersama-sama dapat dilakukan, mengingat dalil yang diajukan mengenai pelanggaran Pemilukada Kabupaten Aceh Barat 2012 yang bersifat terstruktur, sistematis, dan masif.
Tidak lengkapnya tanda tangan Pemohon dalam permohonan awal, Mahkamah masih dapat meminta Pemohon untuk melengkapi dan memperbaiki permohonan awal tersebut termasuk kelengkapansuratkuasa sebagaimana disampaikan dalam sidang 3 Mei 2012.
Selain itu, kekuranglengkapan tanda tangan pasangan calon dalam permohonan awal, tidaklah berarti menghilangkan kesempatan pasangan calon lainnya yang bergabung dalam satu permohonan yang sama untuk mengajukan permohonan. Dengan demikian, menurut Mahkamah, eksepsi tersebut tidak beralasan hukum.
Selanjutnya, Mahkamah memberikan pendapat mengenai dalil Pemohon bahwa Termohon dengan sengaja tidak melakukan sosialisasi dan tata cara mengenai syarat sah dan tidak sahnya kertas suara yang dicoblos oleh pemilih. Termasuk soal Termohon dalam jawabannya membantah dalil Pemohon a quo dengan mengemukakan bahwa baik secara langsung maupun melalui PPK dan PPS, Termohon telah berulang kali melakukan sosialisasi terkait dengan pelaksanaan Pemilukada Aceh Barat melalui forum pertemuan maupun sosialisasi melalui spanduk, baliho, billboard, brosur, dan media massa.
Mahkamah menilai, dalil Pemohon tersebut tidak menunjukkan adanya signifikansi dengan hasil perolehan suara masing-masing pasangan calon dan tidak menunjukkan pelanggaran yang bersifat terstruktur dan masif, sehingga tidak beralasan hukum.
Mahkamah juga berpendapat mengenai dalil Pemohon bahwa Pihak Terkait I melakukan intimidasi dengan merusak kendaraan operasional tim sukses pasangan calon nomor urut 13 (Pemohon) dan adanya politik uang oleh Pihak Terkait I dan Pihak Terkait II. Selanjutnya, Pihak Terkait I dan Pihak Terkait II dalam keterangannya membantah dalil Pemohon a quo. Terhadap dalil Pemohon tersebut, Mahkamah menilai, seandainyapun benar kejadian yang didalilkan oleh Pemohon, kejadian-kejadian tersebut bersifat sporadis semata dan tidaklah dapat meyakinkan Mahkamah bahwa telah terjadi pelanggaran Pemilukada yang terstruktur, sistematis, dan masif. Dengan demikian, dalil Pemohon a quo tidak terbukti. (Nano Tresna Arfana/mh)