Sidang uji materi Undang-Undang Sistim Pendidikan Nasional (Sisdiknas) tentang Rintisan Sekolah Berstandar Internasional (RSBI) dan Sekolah Berstandar Internasional (SBI) kembali dilanjutkan untuk kedelapan kalinya, Selasa (15/5). Sidang kali ini masih beragendakan pembuktian dengan mendengarkan keterangan dari saksi pihak Pemohon dan Pemerintah. Seorang Kepala Sekolah RSBI di Tangerang memberikan keterangan sebagai Saksi Pemerintah “melawan” Saksi Pemohon yang merupakan Mantan Ketua Komite Sekolah RSBI di Jakarta Selatan.
Saksi Pemerintah, Prastowo yang juga Kepala SMAN 1 Tengerang menyampaikan keterangannya terlebih dulu. Ia mengatakan bahwa SMAN 1 Tangerang, Banten sudah menjadi RSBI sejak tahun 2006. Secara garis besar Prastowo menyatakan status RSBI yang disandang sekolah yang dipimpinnya itu tidak menjadikan kastanisasi dan perbedaan pelayanan kepada para siswa yang belajar di sana.
Dengan runut Prastowo menyampaikan bahwa sebelum ditetapkan menjadi RSBI, di SMAN 1 Tangerang sudah ada dua kelas khusus untuk siswa yang membutuhkan pendidikan lebih. “RSBI itu justru dapat menjadikan peningkatan mutu. Di (sekolah, red) kami ada dua kelas yang mutunya lebih baik dari kelas-kelas lainnya. Setelah ada RSBI, dua kelas tadi ditiadakan dan dilebur dengan kelas-kelas lainnya dengan standar pelayanan yang sama seperti pelayanan dua kelas itu sebelumnya. Jadi kalau Pemohon katakan ada perbedaan dengan diberlakukannya RSBI, di (sekolah) kami tidak ada perbedaan itu sejak tahun 2007,” ujar Prastowo meyakinkan pleno hakim yang diketuai langsung oleh Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Moh. Mahfud MD.
Terkait biaya pendidikan RSBI dan SBI yang diklaim mahal dan mencekik, Prastowo juga menampiknnya. Ia menjelaskan biaya pendidikan yang awalnya diberlakukan sumbangan awal tahun untuk dua kelas khusus tadi sebesar 3,5 juta rupiah sampai 7 juta rupiah menjadi tidak diberlakukan lagi sejak SMAN 1 Tangerang menjadi RSBI. Hal itu dikarekan pihak sekolah menghitung ulang biaya tersebut dan memukul rata untuk semua kelas RSBI yang berjumlah 21 kelas di SMAN 1 Tangerang. Dengan memukul rata biaya tersebut, tiap siswa baru yang masuk ke SMAN 1 Tangerang sejak tahun 2007 hanya dipungut biaya Sumbangan Pengembangan Pendidikan (SPP) sebesar 350 ribu rupiah untuk tiap bulan dan uang OSIS sebesar 120 rupiah per tahun.
“Siswa baru di SMAN 1 Tangerang cukup membayar 470 ribu rupiah saja dan itu harga yang menurut kami terjangkau sekali karena di Tangerang itu semua sudah punya motor yang cicilannya 500 ribu rupiah. Jadi SPP dan uang OSIS itu jauh lebih murah dari cicilan motor. Selain itu, pembiayaan kami banyak dibantu oleh alumni dan APBD. Meski begitu ada juga siswa yang dibebaskan dari semua biaya karena tidak mampu, sampai saat ini ada sekitar 60 siswa yang dibebaskan biaya,” ungkap Prastowo.
Selain RSBI tidak menimbulkan kastanisasi dan berbiaya mahal, Prastowo juga mengatakan status RSBI mampu meningkatkan mutu siswa-siswanya. Dari sebelumnya tidak ada siswa SMAN 1 Tangerang yang diterima di Perguruan Tinggi (PT) di luar negeri, saat ini tercatata beberapa siswa berkuliah di PT luar negeri, seperti di Nanyang University Singapura. Guru-guru pun mendapat peningkatan dengan pelatihan di luar negeri. “RSBI memberi dorongan bagi kami untuk terus belajar dan maju,” tutup Prastowo.
Berseberangan
Pendapat berseberangan disampaikan oleh Saksi Pemohon, Musni Umar yang merupakan Mantan ketua Komite SMAN 70 Jakarta Selatan periode 2009-2011.
Memulai keterangannya, Musni menyampaikan bahwa cikal bakal status RSBI bagi SMAN 70 Jakarta dimulai tahun 2003-2004 ketika SMA tersebut membuka layanan Program Sertifikat A/AS level yang mengacu pada University of Cambridge International Examination.
Sejak berstatus RSBI tersebut, Musni mengungkapkan semakin sedikit anak-anak dari orang tua tidak mampu yang bersekolah di sana karena sudah beredar informasi terlebih dulu bahwa SMAN 70 mahal. Informasi dari mulut ke mulut tersebut setidaknya terbukti dari Sumbangan Peserta Didik Baru (SPDB), dan Sumbangan Rutin Bulanan (SRB) yang dipungut oleh SMAN 70 Jakarta yang nilainya mencapai belasan juta rupiah. “Sebagai gambaran, RSBI SMAN 70 Jakarta Selatan terbagi tiga bagian, yaitu Kelas Reguler, Kelas CIBI (Kelas Aksel), dan Kelas Internasional (KI). SPBD untuk Kelas Reguler sebesar 11 juta 200 ribu rupiah dan Sumbangan Rutin Bulanan (RSB) sebesar 425 ribu rupiah. SPDB kelas CIB sama tapi SRB-nya satu juta rupiah. Sedangkan untuk Kelas Internasional dibagi menjadi tahun pertama pembayarannya 31 juta rupiah, tahun kedua 24 juta rupiah, dan tahun ketiga 18 juta rupiah,” ungkap Musni.
Besarnya jumlah pembayaran tersebut, lanjut Musni, membuktikan bahwa status RSBI telah menjadi sarana komersialisasi pendidikan. Padahal, SMAN 70 dan sekolah-sekolah pemerintah yang berlabel RSBI, sudah mendapat pembiayaan yang besar dari pemerintah dan pemerintah daerah. (Yusti Nurul Agustin/mh)