Sidang kedua untuk perkara Pengujian Undang-Undang (PUU) No. 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama, Undang-Undang No. 51 Tahun 2009 tentang Peradilan Tata Usaha Negara, dan Undang-Undang No. 49 Tahun 2009 tentang Peradilan Umum terhadap UUD 1945 digelar, Selasa (15/5). Sidang perkara yang dimohonkan oleh seorang hakim di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Semarang, Teguh Satya Bhakti, kali ini beragendakan perbaikan permohonan. Teguh menyampaikan sejumlah poin perbaikan permohonannya di hadapan Panel Hakim.
Sidang yang dimulai sekitar pukul 14.30 WIB ini dibuka oleh Ketua Panel Hakim, Akil Mochtar yang didampingi Muhammad Alim dan Anwar Usman. Akil menanyakan, apakah Pemohon melakukan perbaikan sesuai saran-saran panel hakim pada sidang sebelumnya. “Pada sidang yang lalu, panel sudah memberikan nasihat dan sekarang ada perbaikan permohonan nggak?” tanya Akil.
Menjawab pertanyaan Akil, Teguh yang masih tanpa pendampingan dari seorang kuasa hukum pun mengatakan bahwa dirinya sudah memperbaiki permohonannya sesuai saran-saran dari panel hakim. “Sebagaimana saran yang disampaikan kepada kami pada sidang yang pertama, kami menambahkan pada alasan-alasan permohonan pengujian uji tafsir ini tentang sejarah kronologi kedudukan hakim yang berlaku saat ini merupakan pengaruh praktik pada saat masa kolonial,” jelas Teguh yang juga menyatakan ia menambahkan batu uji, yaitu Pasal 25 dan pasal 28D UUD 1945 di samping batu uji yang sudah diujikannya pada persidangan pertama.
Teguh juga membenarkan pertanyaan Akil tentang perbaikan pada petitum permohonan Pemohon. Pada petitum nomor 4, Teguh mengatakan bahwa segala tunjangan yang menjadi hak pejabat negara, termasuk Pemohon sebagai hakim PTUN, harus diatur dalam peraturan pemerintah.
Sebelum menutup sidang, Akil menyampaikan bahwa Teguh selaku Pemohon telah mengirim surat untuk mengundang Komisi Yudisial (KY) dan ahli-ahli dalam persidangan selanjutnya untuk memberikan keterangan. Menanggapi datangnya surat Teguh tersebut, Akil mengatakan hal itu akan dibawa ke Rapat Permusyawaratan Hakim (RPH) dan Teguh tinggal menunggu panggilan dari MK.
“Sesuai ketentuan perundang-undangan, kita sahkan bukti Saudara, yaitu dari P1 sampai P5 berupa Undang-Undang dan lain-lainnya. Dengan demikian bukti P1 sampai P5 kita nyatakan sah. Meski begitu, Saudara nanti tunggu panggilan dari kami, apakah RPH menentukan akan ada pleno atau tidak. Saudara tunggu panggilan dari MK untuk mendengar keterangan dari Pemerintah dan DPR. Bisa juga Saudara dipanggil untuk langsung penjatuhan vonis perkara ini,” ujar Akil seraya menutup sidang yang digelar di ruang sidang pleno, lantai 2, Gedung MK. (Yusti Nurul Agustin/mh)