Hakim Konstitusi Anwar Usman menjadi Keynote Speaker dalam acara Diskusi Hukum yang digelar oleh Pengurus Daerah Ikatan Notaris Indonesia (INI) dan Ikatan Pejabat Pembuat Akta Tanah (IPPAT) Kota Tangerang Selatan, Sabtu (12/5) di Gedung Titan Centre. Diskusi yang mengangkat tema “Peran Notaris-PPAT Kaitannya dengan Putusan Mahkamah Konstitusi RI No. 46/PUU-VIII/2010 Terhadap Status Anak Di Luar Nikah” ini bertepatan pula dengan Konferensi Wilayah (Konferwil) dan Up-Grading Pengurus Daerah Notaris dan IPPAT Tangerang Selatan.
Dalam paparannya, Anwar membahas tiga aspek yang berhubungan dengan putusan MK terkait pengujian Undang-Undang Perkawinan tersebut. Tiga aspek itu ialah perihal istilah anak luar kawin, masalah waris dan nasab, serta implikasi putusan MK.
“Sekaligus untuk meluruskan opini/wacana yang berkembang tentang putusan Mahkamah Konstitusi mengenai anak luar kawin. Sebagai sarjana hukum dan komunitas hukum, menjadi kewajiban kita bersama untuk memberikan pemahaman kepada masyarakat tentang tema yang menjadi diskusi pada hari ini, agar masyarakat tidak keliru dalam menafsirkan maupun memahaminya yang pada akhirnya dapat menimbulkan implikasi negatif dalam kehidupan sosial kemasyarakatan,” ungkap Anwar Usman dalam paparannya.
Sebelumnya, dalam putusan itu MK menyatakan bahwa anak di luar perkawinan tetap memiliki hubungan keperdataan dengan ayah biologisnya selama dapat dibuktikan dengan teknologi, ilmu pengetahuan, atau alat bukti lain yang secara hukum dianggap sah.
Menurut Anwar, putusan MK tersebut seringkali disalahpahami oleh masyarakat. Tidak sedikit yang berkomentar bahwa melalui putusan itu MK telah ‘menghalalkan’ zina. Padahal, semangat putusan MK tersebut adalah untuk melindungi hak anak yang dilahirkan, bukan untuk melegalkan zina.
“Seorang anak yang lahir di luar kawin, disamping bukanlah merupakan keinginannya, juga sejak kelahirannya tidak membawa dosa/kesalahan dari orang tuanya. Untuk itu, harkat, martabat, serta hak asasi seorang anak yang lahir di luar kawin harus tetap dijaga dan dilindungi,” tegasnya.
Selain itu, perlu diketahui juga bahwa Putusan MK bersifat erga omnes. Sehingga, menurut Anwar, putusan tersebut dapat ditempatkan sebagai “Umbrella Act” oleh berbagai pihak untuk menindaklanjutinya, baik secara institusional maupun dalam peraturan perundang-undangan di tingkat pelaksanaan.
“Koridor yang harus menjadi pegangan dalam melihat konteks anak luar kawin ini adalah, bagaimana memberikan perlindungan terhadap hak asasi dan hak konstitusional anak dalam tumbuh-kembangnya menjadi manusia dewasa. Karena bagaimanapun jua, anak adalah harapan bangsa, baik-buruknya kualitas generasi penerus bangsa bergantung kepada, bagaimana sebuah bangsa/negara memperlakukan anak-anaknya dan menjaga lingkungannya dalam menggapai masa depan,” tutur Anwar. (Dodi/mh)