Hakim Konstitusi Hamdan Zoelva menerima kunjungan Pengurus Besar Himpunan Mahasiswa Islam (PB HMI) yang ingin mengenal Mahkamah Konstitusi lebih dekat dengan kedudukan dan perannya selama ini. Kunjungan ini dilakukan oleh sekitar seratus orang yang merupakan perwakilan pimpinan HMI dari sejumlah daerah di Indonesia yang diterima langsung di Ruang Konpers Gedung MK, Jakarta, Senin (14/5).
Hamdan Zoelva menjelaskan mengenai sekilas alasan-lasan MK dibentuk. Menurut Hamdan, semua tindakan warga negara termasuk penyelenggara negara harus berdasarkan konstitusi. Sementara untuk mengawal konstitusi supaya tidak menyimpang dalam jalur konstitusi tersebut maka dibentuk MK yang ada saat ini. “Mahkamah Konstitusi adalah polisinya konsitusi,” katanya.
Labih lanjut, Hamdan mengatakan, kalau organ atau penyelenggara negara menyimpang pada konstitusi, maka polisi konstitusi bisa turun. “Jadi kalau undang-undang menyimpang dari konstitusi maka undang-undangnya harus dibatalkan dan dinyatakan tidak berlaku,” jelasnya.
Dalam keterangannya, dia juga menjelaskan pembentukan Mahkamah Konstitusi merupakan salah satu rangkaian atau konsekuensi dari negara Indonesia yang berprinsip konstitusional yang termuat dalam perubahan Pasal 1 Ayat (2) yang berbunyi, “Kedaulatan adalah di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar”.
Disisi lain, kata dia, negara Indonesia juga negara hukum, yang termuat dalam Pasal 1 Ayat (3) UUD 1945 yang berbunyi, “Negara Indonesia adalah negara hukum”. “Oleh karena itu, dalam penyelenggara negara semua dikembalikan pada prinsip-prinsip hukum dan konstitusi. Konstitusi dan hukum menjadi pemegang kekuasaan tertinggi di negeri ini,” urai Doktor Ilmu Hukum Tata Negara, Universitas Padjajaran Bandung tersebut.
Sehingga kalau ada undang-undang yang menurut pemahaman kelompok masyarakat atau perorangan yang bertentangan dengan konstitusi, yang kemudian undang-undang tersebut menjadi perdebatan, menurut dia, maka yang menentukan terkhir adalah Mahkamah Konstitusi.
Di samping menjelaskan keberadaan kelembagaan MK, Hamdan Zoelva juga menjelaskan terkait dengan kewenangan dan kewajiban MK. Menurutnya, MK mempunyai empat kewenangan yaitu, berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar. Kemudian, MK juga mempunyai kewenangan memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh Undang-Undang Dasar. Selain itu juga lembaga MK mempunyai kewenangan memutus pembubaran partai politik, dan memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum. Sedangkan dalam kewajiban, MK wajib memberikan putusan atas pendapat Dewan Perwakilan Rakyat mengenai dugaan pelanggaran oleh Presiden dan/atau Wakil Presiden menurut Undang-Undang Dasar.
Berkenaan dengan pengujian undang-undang, Hamdan menjelaskan bahwa pengujian harus dipahami sebagai proses untuk me-review (menguji) apakah pasal, ayat atau satu undang-undang tersebut sudah singkron dengan konstitusi atau tidak. Pasalnya, hal ini terjadi ketika ada warga negara merasa hak konstitusionalnya dirugikan oleh Undang-Undang.
“Kalau anda sendiri merasa ada undang-undang merugikan hak-hak saudara sebagai warga negara yang dijamin konstitusi bisa datang ke MK. Inilah yang namanya pengujian undang-undang,” terang Hakim Konstitusi kepada kader-kader HMI tersebut.
Lebih jauh lagi, dia mengatakan, walaupun undang-undang tersebut diajukan oleh perorangan, namun putusan yang dihasilkan berlaku untuk seluruh warga wegara Indonesia. “Pengujian oleh satu orang, tetapi akibat dari Putusan Mahkamah Konstitusi berlaku untuk seluruh warga Negara Indonesia,” ucapnya.
Pengawasan Hakim Konstitusi
Dalam sesi tanya-jawab, ada penanya yang menanyakan siapa yang bisa mengawasi putusan dan independensi hakim konstitusi. Dalam keterangannya, Hamdan menuturkan bahwa jabatan MK hanya lima tahun, dan proses pembentukannya tidak melalui Komisi Yudisial. Namun demikian terkait dengan pengawasan sudah diatur dalam undang-undang MK. Dalam hal ini, lanjutnya, model pengawasan kepada hakim konstitusi diatur dengan keberadaan Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi. Majelis Kehormatan tersebut berasal dari tiga orang dari pakar akademisi yang tidak ada hubungannya dengan MK, dan dua orang dari hakim konstitusi. (Shohibul Umam/mh)