Mahkamah Konstitusi melalui Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan melakukan upaya sosialisasi atas Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 49 Tahun 2012 tentang Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal MK, tertanggal 24 April 2012, kepada seluruh jajaran pegawai di lingkungan MK, Jumat (11/5) di Aula Dasar, Gedung MK.
Kegiatan yang dipimpin langsung oleh Sekretaris Jenderal MK Janedjri M. Gaffar didampingi Panitera MK Kasianur Sidauruk tersebut juga melakukan uji sahih Rancangan Peraturan Presiden tentang Tunjangan Jabatan Fungsional Kepaniteraan, dan Rancangan Peraturan Sekretaris Jenderal MK tentang Organisasi dan Tata Kerja Kepaniteraan dan Sekretariat MK.
Dalam awal penuturannya, Janedjri mengatakan bahwa Perpres tersebut merupakan wujud nyata hasil dari ikhtiar bersama seluruh pegawai di lingkungan MK. “Kita semua sudah berikhtiar untuk penyempurnaan organisasi dan tata kerja Kesekretariatan Jenderal dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi sejak tahun 2005,” ujar Janedjri.
Kemudian dengan ditetapkan Perpres tersebut, lanjut Janedjri, maka harus dipandang sebagai langka maju bagi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal MK untuk meningkatkan kinerja dan memberikan dukungan baik administrasi peradilan maupun administrasi umum kepada MK dan masyarakat pencari keadilan.
“Oleh karenanya dalam menyikapi Peraturan Presiden Nomor 49 Tahun 2012, kita semua harus paham dan tidak hanya sekedar tahu, tetapi kita juga harus dengan penuh tanggung jawab melaksanakan peraturan presiden sebagai pedoman dalam memberi pelayanan baik kepada Mahkamah Konstitusi maupun kepada masyarakat pencari keadilan,” tutur Janedjri. “Jangan sampai kita tidak mengetahui peraturan presiden ini,” pesan Sekretaris Jenderal MK sekaligus Doktor Universitas Diponegoro itu saat mensosialisasikan Perpres kepada Pegawai MK.
Sementara itu, Janedjri menyarankan bahwa keberadaan Perpres tersebut harus dielaborasi dengan Peraturan Sekretaris Jenderal MK. Hal ini dikarenakan organisasi dan tata kerja Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal sebagai tindak lanjut dari peraturan presiden ini, ditetapkan oleh Sekretaris Jenderal dengan persetujuan kementerian yang bertanggung jawab di bidang pendayagunaan aparatur negara dan reformasi birokrasi.
Penyempurnaan organisasi
Menurut Janedjri, setalah adanya Perpres tersebut terjadi penyempurnaan organisasi Kapaniteraan dan Sekretariat Jenderal MK sebagai aparatur negara dalam menjalankan tugas dan fungsinya barada dibawah dan bertanggung jawab kepada Ketua MK. Selain itu, menurutnya, Kepaniteraan merupakan jabatan fungsional bukan jabatan stuktural.
Lebih penting lagi, kata dia, jika sebelumnya hanya ada Panitera dan Panitera Pengganti, namun dengan adanya Perpres tersebut, posisi jabatan tersebut menjadi Panitera Pengganti Tingkat II, Tingkat I, Panitera Muda, dan Panitera sebagai jabatan puncak. Masing-masing jenjang tersebut memiliki persyaratan sendiri-sendiri, semisal Panitera Pengganti minimal harus berstatu sarjana hukum, pangkat golongan minimal IIIC, serta lulus uji kompetensi.
Disamping itu, menurut Janedjri, di dalam Perpres tersebut juga menjelaskan tugas Kepaniteraan MK dikoordinasikan oleh seorang Panitera dan dibantu dua orang Panitera Muda, empat Panitera Pengganti Tingkat I, dan 12 Tingkat II. Dalam tugasnya, Perpres tersebut menyebutkan Panitera Muda I mempunyai tugas membantu Panitera untuk menyelenggarakan tugas teknis administrasi peradilan.
Pada kesempatan sama disampaikan pula sosialisasi mengenai penyempurnaan organisasi Sekretariat Jenderal MK berdasarkan Perpres nomor 49/2012. Katanya, Sekretariat Jenderal MK mengalami penyempurnaan dalam tugas teknis administratif. Tugas teknis administratif tersebut, dikatakannya, ada lima hal, salah satunya koordinasi pelaksanaan administratif di lingkungan Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan MK.
“Jadi, teknis administratif yang menjadi tugas Sekretariat Jenderal MK itu tidak hanya untuk kesekretariatan tetapi juga termasuk untuk kepaniteraan, bahkan lebih luas lagi untuk lingkup Mahkamah Konstitusi,” terangnya.
Sekretariat Jenderal juga mempunyai tugas penyusunan rencana dan program dukungan teknis administratif pelaksanaan kerja sama dengan masyarakat, dan lain sebagainya. “Ini merupakan rumusan tugas sebagaimana yang sebenarnya tercantum dalam Undang-Undang Mahkamah Konstitusi yang sudah disempurnakan melalui Undang-Undang Nomor 8 tahun 2011,” ungkapnya. (shohibul Umam/mh)