Rombongan dosen dan mahasiswa Jurusan Pendidikan Kewarganegaraan (PKn), Universitas Pendidikan Indonesia (UPI), Bandung mendapat kehormatan berjumpa langsung dengan Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Achmad Sodiki, Jumat (11/5). Perjumpaan itu terjadi ketika sekitar 150 orang dosen dan mahasiswa UPI tersebut saat berkunjung ke MK sekaligus berkesempatan mendapat paparan materi langsung dari Sodiki. Mahasiswa UPI pun terlihat antusias mengajukan berbagai pertanyaan kepada Sodiki saat sesi tanya-jawab.
Memulai paparan materinya, Sodiki menyampaikan ucapan terima kasih karena rombongan dosen dan mahasiswa PKn UPI mau berkunjung ke MK. “Terima kasih atas kedatangannya karena memang MK sebagai lembaga yang terbilang baru membutuhkan kalian untuk melakukan sosialisasi tentang berbagai kewenangan MK,” ujar Sodiki merendah.
Sodiki kemudian menjelaskan fungsi dan kewenangan MK, yaitu mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji UU terhadap UUD 1945 (PUU), memutuskan sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh UUD 1945 (SKLN), memutuskan pembubaran Parpol, memutuskan perselisihan hasil pemilu (PHPU). Sodiki juga menjelaskan bahwa MK Juga memiliki satu kewajiban, yaitu memberikan putusan terhadap pendapat DPR mengenai dugaan pelanggaran hukum berat yang dilakukan presiden atau wakil presiden (wapres).
Dari seluruh kewenangan dan kewajiban MK tersebut, Sodiki menyatakan hanya ada satu kewenangan dan satu kewajiban saja yang belum pernah dilakukan MK. “Dari sekian kewenangan dan kewajiban itu, yang MK belum pernah lakukan yaitu sidang pembubaran parpol dan sidang pemberian putusan terhadap pendapat DPR mengenai dugaan pelanggaran hukum berat yang dilakukan presiden atau wapres,” tutur Sodiki.
Selain soal kewenangan dan kewajiban MK, Sodiki juga menyampaikan tentang komposisi hakim konstitusi. Dengan pembawaan yang tenang, Sodiki menjelaskan kepada para mahasiswa bahwa hakim konstitusi di MK berjumlah sembilan orang. Kesembilan hakim konstitusi itu berasal dari tiga “keran”, yakni tiga orang dipilih oleh presiden, tiga orang dipilih oleh Mahkamah Agung (MA), dan tiga orang lagi dipilih oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
“Saya sendiri dipilih oleh presiden bersama dua hakim konstitusi lainnya, yaitu Maria Farida Indrati dan Hamdan Zoelva. Lalu yang dipilih oleh MA itu Pak Muhammad Alim, Ahmad Fadlil Sumadi, dan Anwar Usman. Sedangkan yang dipilih oleh DPR, yaitu Pak Ketua Moh. Mahfud MD, Akil Mochtar, dan Harjono. Masing-masing cara pemilihannya berbeda-beda,” tambah Sodiki.
Kemudian Sodiki menjelaskan bahwa hakim konstitusi maksimal berusia 70 tahun. Sambil berkelakar, Sodiki mengatakan untuk menjadi hakim konstitusi memang sebaiknya orang-orang yang masih muda, karena menjadi hakim konstitusi melelahkan. “Untuk sidang PHPU itu bisa sampai malam bahkan pagi hari. Nah, saudara-saudaralah yang saya harapkan bisa menggantikan kita semua,” harap Sodiki yang disambut koor ucapan amin dari para mahasiswa. (Yusti Nurul Agustin/mh)