BANDAR LAMPUNG (Lampost): Bawaslu kembali menegaskan PNS yang terbukti tidak netral dalam pilkada dijerat dengan pidana 6 bulan penjara. Hal ini disampaikan Ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Muhammad dalam kunjungannya ke Lampung Post, Rabu (9-5)
Muhammad mengatakan sanksi terhadap ketidaknetralan PNS pada UU Pemilu, yang sebelumnya tidak jelas, kini lebih jelas. Ancamannya 6 bulan penjara. Sebab itu, menurut Muhammad, PNS harus berhati-hati karena proses pidana pemilu ini bisa berlangsung cepat. "Mereka bisa dijerat dengan cepat sepanjang ada bukti keterlibatan dengan salah satu calon," kata Muhammad.
Sementara itu, politik uang yang dilakukan bakal calon dapat diakumulasi dan menjadi dalih tambahan pada gugatan di Mahkamah Konstitusi (MK). Jika terbukti masif, calon yang bersangkutan dapat dijerat. Muhammad mengatakan para bakal calon yang melakukan money politics sering berdalih mereka bukan calon, sehingga tidak terkena aturan pemilu maupun pilkada. Namun, menurut dia, pihak yang berkepentingan tetap dapat mengumpulkan bukti-bukti money politics yang dilakukan salah satu calon, sejak calon yang bersangkutan masih berstatus bakal calon. Itu dapat diajukan ke Mahkamah Konstitusi sebagai dalih tambahan untuk membuktikan politik uang berlangsung masif.
"Kalau memang ada bukti dari sejak sebelum ditetapkan sebagai calon sampai setelah berstatus calon bisa sebagai dalih tambahan," kata dia.
Sementara itu, terhadap pelanggaran-pelanggaran terhadap aturan, yang dilakukan para bakal calon, menurut Muhammad, dapat dikenakan sanksi sosial melalui media massa. Panwas di wilayah kerja setempat dapat memberikan pernyataan di media massa bahwa bakal calon tertentu telah melanggar aturan. Pernyataan di media massa itu boleh dikeluarkan dengan menyebut nama bakal calon yang bersangkutan sepanjang ada fakta, sehingga panwas tidak dinilai memihak calon lainnya. "Sanksi sosial seperti ini berdampak luar biasa di beberapa daerah," kata dia.