Termohon dan Pihak Terkait tidak terbukti telah melakukan pelanggaran-pelanggaran yang terstruktur, sistematis, dan masif yang secara signifikan mempengaruhi peringkat perolehan suara masing-masing pasangan calon. Oleh karenanya, Mahkamah menolak permohonan Pemohon untuk seluruhnya.
Demikian disampaikan Mahkamah Konstitusi dalam putusan No. 21/PHPU.D-X/2012 perselisihan hasil pemilihan umum kepala daerah dan wakil kepala daerah Kab. Aceh Utara, Provinsi Aceh tahun 2012, Rabu (9/5) sore, di Ruang Sidang Pleno MK. Gugatan tersebut dimohonkan oleh Sulaiman Ibrahim dan T. Syarifuddin (No. Urut 9), serta Komisi Independen Pemilihan Kab. Aceh Utara selaku Termohon dan Pihak Terkait Muhammad Thaib dan Muhammad Jamil (No. Urut 10).
Mahkamah beralasan bahwa walaupun Pemohon mendalilkan Pihak Terkait diindikasikan tidak memiliki persyaratan ijazah pendidikan sebagaimana dipersyaratkan dalam pencalonan pasangan calon, namun sepanjang Termohon telah melakukan verifikasi administrasi dan verifikasi faktual sesuai peraturan perundang-undangan, maka hasil verifikasi Termohon harus dinyatakan sah secara hukum.
“Apalagi ada pernyataan atau keterangan dari instansi yang berwenang bahwa pihak sekolah yang bersangkutan telah mengeluarkan ijazah atas nama Muhammad Thaib (Pihak Terkait),” ujar Mahkamah.
Jika memang terdapat perbedaan lain baik bentuk tulisan atapun yang lain dalam ijazah tersebut, Mahkamah melanjutkan, hal demikian bukan kompetensi Termohon ataupun Mahkamah untuk menyatakan ijazah Pihak Terkait tersebut adalah palsu. “Lagipula, jika ada indikasi pemalsuan terhadap ijazah, hal tersebut merupakan kompetensi pihak kepolisian yang diadili di peradilan umum,” tulis putusan MK tersebut.
Disamping mengenai ijazah, Mahkamah juga berpendapat mengenai intimidasi Pihak Terkait yang dituduhkan Pemohon. Menurut Pemohon, Pihak Terkait melakukan intimidasi kepada Pemohon dan Tim Suksesnya mulai dari proses kampanye sampai dengan proses pemberian suara serta terhadap para saksi mandate Pemohon saat pemungutan suara di TPS-TPS dalam wilayah Kabupaten Aceh Utara.
Terhadap dalil-dalil tersebut, Mahkamah mengakui benar terjadi pelanggaran-pelanggaran sebagaimana diterangkan para saksi Pemohon seperti pengeroyokan, pemukulan, ancaman pembunuhan, dan pengrusakan, namun Mahkamah tidak menemukan bukti yang meyakinkan bahwa pelanggaran-pelanggaran tersebut dilakukan secara terstruktur, sistematis, dan masif sehingga berpengaruh secara signifikan terhadap perolehan suara Pemohon.
“Kejadian-kejadian tersebut berlangsung secara sporadis, tidak melalui suatu perencanaan yang matang, tidak terstruktur, dan tidak masif,” terang Majelis Hakim Konstitusi dalam putusan tersebut.
Pemohon juga mendalilkan saat pemungutan suara Termohon melalui para petugas KPPS secara sengaja menjadikan suratsuara sah untuk Pemohon menjadi tidak sah dengan cara mencoblosnya lagi, menurut Mahkamah, dalil Pemohon tersebut tidak didukung dengan bukti yang meyakinkan. Jikapun benar, hal tersebut tidak memberi pengaruh signifikan, karena antara Pemohon dan Pihak Terkait, masing-masing mendapatkan 20.693 suara dan 174.503 suara. (Shohibul Umam/mh)