Setelah melewati proses panjang, mulai dari sidang pemeriksaan pendahuluan maupun sidang pembuktian para pihak, akhirnya Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan menolak seluruh permohonan Pemohon perkara PHPU Kabupaten Pidie - Perkara No. 20/PHPU. D-X/2012 - pada Rabu (9/5) sore di Ruang Sidang MK.
Mahkamah mengungkapkan, dalam persidangan ditemukan fakta hukum adanya teror dan intimidasi, yang menurut saksi Pemohon diduga dilakukan simpatisan Partai Aceh, namun tidak ada bukti yang meyakinkan bahwa pelanggaran tersebut dilakukan oleh Partai Aceh atau Tim Pasangan Pihak Terkait secara terstruktur. Selain itu, tidak dapat dibuktikan bahwa tindakan-tindakan tersebut mempunyai hubungan secara struktur dengan Partai Aceh melalui pembuktian yang sah dan meyakinkan.
Mahkamah tidak menemukan bukti yang meyakinkan bahwa berbagai kecurangan, teror, intimidasi terhadap sesama kandidat pasangan calon ataupun terhadap masyarakat dilakukan secara terstruktur, sistematis, dan masif dengan tujuan untuk memenangkan Pihak Terkait. Lagi pula, setelah Mahkamah mencermati keterangan tertulis Panwaslu Kabupaten Pidie, tidak ada bukti pelanggaran Pemilukada dalam berbagai kasus tersebut yang dilaporkan kepada Panwaslu Kabupaten Pidie.
Menurut Mahkamah, pada dasarnya seseorang tidak dapat dibebani kerugian atas perbuatan yang tidak ia lakukan, demikian pula sebaliknya. Prinsip hukum dan keadilan demikian dianut secara universal, bahwa “tidak seorang pun boleh diuntungkan oleh penyimpangan dan pelanggaran yang dilakukannya sendiri dan tidak seorang pun boleh dirugikan oleh penyimpangan dan pelanggaran yang dilakukan oleh orang lain”.
Dengan demikian, jika pun benar anggota, kader atau simpatisan Partai Aceh melakukan tindakan teror dan intimidasi sebagaimana dalil Pemohon, menurut Mahkamah, akibat terjadinya perbuatan teror dan intimidasi tersebut tidak dapat dibebankan atau dipertanggungjawabkan kepada Pihak Terkait karena tidak ada bukti bahwa pelanggaran tersebut dilakukan atas perintah Pihak Terkait atau Partai Aceh.
Seandainya sebagian dari pelanggaran tersebut dapat dibuktikan oleh Pemohon, menurut Mahkamah, pelanggaran a quo hanya bersifat sporadis yang dilakukan tidak melalui struktur pemerintahan ataupun struktur Partai Aceh. Lagi pula jikapun beberapa dalil permohonan Pemohon terbukti, hal demikian tidak memengaruhi secara signifikan terhadap peringkat perolehan suara Pemohon. Dengan demikian, dalil permohonan Pemohon tersebut tidak terbukti menurut hukum.
Selanjutnya, dalil Pemohon tentang adanya pelanggaran-pelanggaran lainnya, menurut Mahkamah, tidak dibuktikan dengan bukti yang meyakinkan bahwa pelanggaran tersebut terjadi secara terstruktur, sistematis, dan masif yang secara signifikan mempengaruhi peringkat perolehan suara Pemohon. Oleh karena itu, menurut Mahkamah, dalil tersebut tidak terbukti dan tidak beralasan hukum.
“Amar putusan mengadili, menyatakan dalam eksepsi, menolak eksepsi Termohon dan Pihak Terkait. Dalam pokok permohonan, menolak permohonan Pemohon untuk seluruhnya,” demikian dibacakan Ketua Pleno, Mahfud MD didampingi para hakim konstitusi lainnya. (Nano Tresna Arfana/mh)