Mahkamah Konstitusi (MK) akhirnya memutuskan menolak seluruh permohonan Pemohon PHPU Provinsi Aceh - Perkara No. 22/PHPU. D-X/2012 - pada Jumat (4/5) pagi di Ruang Sidang Pleno MK. Pemohon adalah Irwandi Yusuf dan Muhyan Yunan sebagai pasangan calon nomor urut 2. Sedangkan Pihak Termohon adalah KIP Aceh.
“Amar putusan mengadili, menyatakan dalam eksepsi, menolak eksepsi Pihak Termohon dan eksepsi Pihak Terkait. Dalam Pokok Perkara, menolak permohonan Pemohon untuk seluruhnya,” demikian dibacakan Mahfud selaku Ketua Pleno, didampingi para hakim konstitusi lainnya.
Sebelum memutuskan perkara tersebut, Mahkamah menyampaikan pendapatnya. Di antaranya, terkait dibukanya kembali pendaftaran pasangan calon Gubernur/Wakil Gubernur, Bupati/Wakil Bupati, dan Walikota/Wakil Walikota. Menurut Mahkamah, hal itu dimaksudkan untuk memberikan keadilan hukum, kepastian dan kemanfaatan bagi masyarakat. Pendapat Mahkamah demikian termuat dalam pertimbangan hukum Putusan Akhir Nomor 1/SKLN-X/2012, tanggal 27 Januari 2012.
Putusan Akhir tersebut yang antara lain menyatakan, “Menimbang bahwa untuk mengakhiri kontroversi persoalan politik dan hukum serta demi harmoni sosial dan situasi keamanan yang lebih kondusif di Provinsi Aceh perlu pengedepanan prinsip, fungsi, dan tujuan universal hukum sebagaimana dianut pula dalam UUD 1945 yaitu kepastian hukum, keadilan, dan kemanfaatan. Menurut Mahkamah, walaupun secara umum situasi keamanan di Aceh cukup kondusif dan aparat keamanan siap mengamankan pelaksanaan Pemilukada Provinsi Aceh sesuai dengan jadwal, namun mengingat perlunya akomodasi terhadap masalah-masalah di luar masalah keamanan semata, tepatnya mengingat perlunya akomodasi terhadap berbagai kepentingan politik dan masalah sosial lainnya di Provinsi Aceh maka Mahkamah perlu membuat putusan yang dapat memberi kepastian hukum, keadilan, dan kemanfaatan bagi masyarakat terkait dengan Pemilukada Tahun 2012 di Provinsi Aceh”
Berdasarkan penilaian dan fakta hukum tersebut, Mahkamah berpendapat dalil Pemohon tersebut tidak beralasan menurut hukum.
Selanjutnya Mahkamah menanggapi dalil Pemohon mengenai adanya teror dan intimidasi selama Pemilukada. Menurut Mahkamah, tindakan teror dan intimidasi tersebut dilakukan oleh kelompok yang diduga sebagai simpatisan Partai Aceh. Sedangkan tindakan teror dan intimidasi yang dilakukan oleh anggota Partai Aceh, tidak dapat dibuktikan oleh Pemohon, karena orang-orang yang melakukan tindakan teror dan intimidasi tersebut tidak diketahui apakah yang bersangkutan mempunyai hubungan secara struktur dengan Partai Aceh melalui pembuktian adanya kartu anggota Partai Aceh.
Selain itu, lanjut Mahkamah, pada dasarnya seseorang tidak dapat dibebani kerugian atas perbuatan yang tidak ia lakukan, demikian pula sebaliknya. Prinsip hukum dan keadilan demikian dianut secara universal, bahwa “tidak seorang pun boleh diuntungkan oleh penyimpangan dan pelanggaran yang dilakukannya sendiri dan tidak seorang pun boleh dirugikan oleh penyimpangan dan pelanggaran yang dilakukan oleh orang lain”.
Dengan demikian, jika pun benar anggota, kader ataupun simpatisan Partai Aceh melakukan tindakan teror dan intimidasi, menurut Mahkamah. akibat terjadinya perbuatan teror dan intimidasi tersebut tidak dapat dibebankan atau ditanggungkan kepada Pihak Terkait. Berdasarkan penilaian dan fakta hukum tersebut, Mahkamah berpendapat dalil permohonan Pemohon tidak terbukti menurut hukum. (Nano Tresna Arfana/mh)