Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang pembacaan putusan terhadap beberapa perkara, Jumat (4/5) pagi. Salah satu perkara yang juga ikut dibacakan putusannya, yaitu perkara No.11/PUU-X/2012 tentang Pengujian Undang-Undang (PUU) Kepolisian yang dimohonkan Bonyamin dan Supriyadi dari Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI). Permohonan Pemohon dinyatakan tidak dapat diterima karena Pemohon tidak memiliki legal standing untuk mengajukan pengujian UU No. 2 Tahun 2002 itu.
“Amar Putusan. Mengadili, menyatakan permohonan Pemohon tidak dapat diterima. Demikian diputuskan dalam Rapat Permusyawaratan Hakim (RPH) oleh sembilan Hakim Konstitusi,” ujar Ketua MK saat membacakan amar putusan Mahkamah pada persidangan yang digelar di Ruang Sidang Pleno, Lantai 2, Gedung MK itu.
Putusan itu diambil setelah Mahkamah mempertimbangkan dalam pertimbangan hukum putusan MK bahwa berdasarkan Pasal 51 ayat (1) UU MK beserta Penjelasannya dinyatakan yang dapat mengajukan permohonan PUU terhadap UUD 1945 adalah mereka yang menganggap hak dan/atau kewenangan konstitusionalnya yang diberikan oleh UUD 1945 dirugikan oleh berlakunya suatu UU.
Kemudian, sejak putusan MK No. 006/PUU-III/2005 bertanggal 31 Mei 2005 dan Putusan MK No.11/PUU-V/2007 bertanggal 20 September 2007, MK berpendirian bahwa kerugian hak dan/atau kewenangan konstitusional sebagaimana dimaksud Pasal 51 ayat (1) UU MK harus memenuhi lima syarat.
Mempertimbangkan keduanya, MK menilai bahwa Pemohon memang telah memenuhi ketentuan Pasal 51 ayat (1) UU MK beserta Penjelasannya di atas, yaitu sebagai kelompok perorangan warga negara yang memiliki kepentingan sama atau setidaknya posisi yang Pemohon dalilkan sebagai warga negara pembayar pajak (tax payer).
Sedangkan untuk kerugian akibat berlakunya UU Kepolisian, Pemohon tidak dapat membuktikan dengan spesifik bahwa memang mereka mengalami kerugian atau setidaknya potensial dirugikan. Pemohon juga dinilai oleh Mahkamah tidak dapat membuktikan adanya hubungan sebab-akibat (causal verband) antara kerugian dimaksud dengan berlakunya undang-undang yang dimohonkan untuk diuji.
Berdasarkan pertimbangan di atas kemudian Mahkamah menarik sebuah konklusi. “Konklusi. Berdasarkan penilaian atas fakta dan hukum sebagaimana diuraikan di atas, Mahkamah berkesimpulan, Mahkamah berwenang untuk mengadili permohonan Pemohon, Pemohon tidak memiliki kedudukan hukum (legal standing) untuk mengajukan permohonan a quo, pokok permohonan tidak dipertimbangkan,” tukas Mahfud membacakan konklusi putusan Mahkamah.
Kronologi Persidangan
Pada sidang pertama Pemohon meminta kepada MK untuk menambah dua pasal ke dalam UU Kepolisian. “Kami meminta di dalam UU Kepolisian ditambahkan dua pasal mengenai pengaturan administrasi dan manajemen di kepolisian serta pasal mengenai pemeriksaan keuangan oleh BPK,” ujar Bonyamin menyampaikan pokok permohonannya dengan singkat, Jumat (3/2) lalu.
Dalam sidang kedua perkara ini, Jumat (24/2) Pemohon sempat menyampaikan perbaikan permohonannya. Kala itu Bonyamin menggarisbawahi bahwa pihaknya merumuskan kembali permohonan Pemohon yang pada intinya menganggap peraturan yang menyatakan Kepolisian berada di bawah kendali Presiden RI bertentang dengan UUD 1945. Pasalnya, kendali atas kepolisian tersebut menjadi terlalu luas dan tidak terkontrol. “Kami mencoba rumuskan dalam bentuk perbaikan ini bahwa polisi di bawah presiden bertentangan dengan UUD 1945. Karena itu menjadi kekuasaan yang mutlak, sehingga perlu dibatas artinya ada kekosongan hukum dan diperlukan pemberlakuan syarat tertentu,” papar Bonyamin saat itu. (Yusti Nurul Agustin/mh)