Delapan pasangan calon bupati dan wakil bupati Kabupaten Aceh Barat, Provinsi Aceh, dari tiga belas calon peserta Pemilukada mengajukan keberatan terhadap berita acara rekapitulasi hasil penghitungan suara Pemilukada Komisi Independen Pemilihan (KIP) Kabupaten Aceh Barat tahun 2012 di Mahkamah Konstitusi, Kamis (3/5). Menurut para Pemohon, hasil penetapan rekapitulasi penghitungan tersebut tidak sah menurut hukum.
“Pelanggaran dimulai sejak pelaksanaan tahapan Pemilukada, yang sengaja dilakukan oleh Termohon agar pada tahapan awal berupa pemutakhiran data pemilih tetap tidak sesuai dengan fakta yang terjadi dilapangan,” tutur kuasa hukum para Pemohon Idris Kurniawan, didampingi kuasa hukum lainnya. Pemutakhiran data tersebut, menurutnya adalah perbedaan nama, tempat tanggal lahir, dan alamat pemilih dengan nomor indentitas penduduk.
Delapan calon pasangan Pemohon No. 28/PHPU.D-X/2012 tersebut adalah Adami dan Bustanuddin (No. Urut 13), Fuadri dan Bustami (No. Urut 3), Teuku Zainal dan Said Nadir (No.Urut 9), Teuku Syahluna Polem dan Tgk. Harmen Nuriqmar (No. Urut 12), M. Ali Alfata adn Muhammad Amien (No. Urut 4), Rasyidin Hasyim dan Sofyan Rasyid (No. Urut 5), Saminan dan Babussalam Umar (No. Urut 2), Said Rasyidin Husein dan Nurdin S (No. Urut 1).
Selanjutnya yang menjadi Termohon dalam perkara ini adalah KIP Kabupaten Aceh Barat tahun 2012, dan Pihak Terkait adalah pasangan No. Urut 11, Ramli dan Moharriadi, dan pasangan No. Urut 8, Alaidin Syah dan Rachmat Fitri.
Mengenai kasus Daftar Pemilih Tetap (DPT), sambung Idris, banyak nama pemilih yang telah meninggal dunia, namun masih terdaftar dalam DPT. “Sehingga menimbulkan potensi penggelembungan kertas suara,” tuturnya. Lebih dari itu, menurut para Pemohon, Termohon juga mencoba menyalahgunakan DPT hampir diseluruh TPS Kec. Johan Pahlawan, dan salah satu TPS sudah dilaporkan. “Dari 45 pemilih menjadi 90 pemilih,” terangnya.
Para Pemohon juga menuduh Termohon telah dengan sengaja bertindak tidak adil kepada pemilih yang telah terdaftar, namun tetapi tidak diberikan pendaftaran dan tanda bukti sebagai pemilih. “Sehingga tindakan Termohon melanggar ketentuan Pasal 17 dan 23 PP Nomor 6 tahun 2005 tentang pemilihan, pengesahan, pengangkatan dan pemberhentian kepala daerah dan wakil kepala daerah,” urai para Pemohon.
Pihak Terkait No. Urut 11 selaku incumbent, menurut para Pemohon, dalam hal ini telah sengaja melibatkan Pegawai Negeri Sipil (PNS) sebagai PPK (Panitia Pemilihan Kecamatan) dan PPS (Panitia Pemungutan Suara). Terlebih lagi, PPK dan PPS tersebut tidak menyebutkan nama lengkap melainkan nama panggilan. “Banyak saksi pasangan calon yang mengetahui bahwa PPS tersebut adalah PNS aktif,” timpalnya.
Lebih jauh lagi, kata para Pemohon, PNS yang terlibat menjadi PPS tersebut dengan sengaja merusak kertas suara para Pemohon dan mengarahkan kepada KPPS (Ketua Panitia Pemungutan Suara) supaya membantu pasangan incumbent.
Disisi lain, pasangan No. Urut 8 selaku Pihak Terkait juga dengan sengaja melakukan intimidasi dan kekerasan terhadap tim sukses pasangan No. Urut 13 dengan cara merusak kendaraan operasional dengan menggunakan senjata tajam. Kemudian, pasangan No. Urut 8 dan No. Urut 11 juga melakukan pelanggaran money politic (politik uang) untuk pemenangan mereka.
Secara keseluruan pelanggaran-pelanggaran yang terjadi dalam pelaksanaan Pemilukada Aceh Barat, kata para Pemohon, telah mendapatkan perhatian serius dari masayarakat Kab. Aceh Barat dengan melakukan aksi demonstrasi dengan tuntutan supaya hasil Pemilukada dilakukan kembali perhitungan suara ulang.
Lebih penting lagi, menurut para Pemohon, pelanggaran-pelanggaran tersebut sudah memenuhi unsur pelanggaran terstruktur, sistematis, dan massif. Oleh karena dalam petitumnya, para Pemohon memohonkan supaya dilakukan perhitungan suara ulang, yang telah dinyatakan rusak, dan membuka, serta memeriksa kertas suara yang dicoblos dan/atau ada komponen kertas yang hilang dinyatakan tidak sah atau rusak. (Shohibul Umam/mh)