Putusan-putusan Mahkamah Agung pasca reformasi sudah memiliki komposisi akademik yang lebih kental dibandingkan putusan MA sebelum reformasi. Sebab, ketika reformasi cukup banyak hakim non karir yang terdiri dari para akademisi masuk ke MA. Dan, pengaruh akademik ini merupakan hal yang positif demi perkembangan hukum Indonesia ke depannya.
Demikian sepenggal pandangan Ketua Mahkamah Konstitusi Moh. Mahfud MD saat pengambilan gambar untuk memberikan testimoni dalam acara Syukuran Purnabakti Hakim Agung Ahmad Sukardja, Kamis (3/5) di ruang kerjanya. Rencananya, video testimoni ini akan ditayangkan pada saat acara tersebut, yang juga akan dibarengkan dengan peluncuran buku karya Ahmad Sukardja. Ahmad Sukarja sendiri akan pensiun pada Oktober tahun ini.
Menurut Mahfud, Ahmad Sukardja merupakan salah satu tokoh yang menghadirkan nuansa akademik dalam putusan MA. “Banyak memberi warna akademis terhadap putusan Mahkamah Agung,” ujarnya mengungkap peran dari Ahmad Sukardja. “Artinya, putusan-putusannya itu mempunyai perspektif ilmiah yang bisa diterima oleh masyarakat dan punya nilai jangka panjang,” lanjut Mahfud. “MA itu sekarang sudah punya keseimbangan antara teknis dan akademis.”
Tak hanya itu, menurut Mahfud, Ahmad Sukardja yang juga merupakan Guru Besar Fiqh Siyasah, telah cukup banyak memberikan sumbangan pikiran dalam perkembangan ilmu hukum. Terdapat satu prinsip hukum dalam Fiqh Siyasah, yakni Maqoshid Asy-Syariah.
Maqoshid Asy-Syari’ah, kata Mahfud, pada prinsipnya hampir mirip dengan pandangan hukum progresif atau keadilan substantif sebagaimana yang berkembang sekarang. Di mana, semangat keadilan substantif adalah menegakkan hukum dengan tidak hanya berpatokan kepada aturan tertulis saja. Akan tetapi, lebih menggali maksud dan substansi dari aturan yang ada. “Karena maksud substansi itu tidak pernah lekang oleh jaman, itu penting bagi penegakan keadilan,” tegasnya. Dan, itu pula yang sedang diupayakan olehnya di Mahkamah Konstitusi saat ini.
Di samping itu, Mahfud mengganggap, dia mempunyai kesamaan jalan hidup dengan Ahmad Sukardja. Karena, sama-sama berasal dari desa kecil, dengan latar belakang ekonomi yang lemah, dibesarkan dalam lingkungan agamis, dan berangkat dari dunia akademisi sebagai dosen sebelum menapaki karir sebagai hakim. “Ketika bersekolah juga sama-sama hidup dari beasiswa,” tambahnya.
Akhirnya, dia pun mengungkapkan bahwa dirinya ‘iri’ terhadap Ahmad Sukardja. Karena, telah berhasil pensiun dengan baik, tanpa disertai persoalan-persoalan yang sering menjerat para penegak hukum lainnya. “Selamat, sudah selesai dengan aman dan nyaman,” seloroh Mahfud. (Dodi/mh)