Mahkamah Konstitusi menyatakan Pasal 83 ayat (2) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP) bertentangan dengan Konstitusi. Pasal ini berbunyi: “Dikecualikan dari ketentuan ayat (1) adalah putusan praperadilan yang menetapkan tidak sahnya penghentian penyidikan atau penuntutan yang untuk itu dapat dimintakan putusan akhir ke pengadilan tinggi dalam daerah hukum yang bersangkutan.”
Sedangkan Pasal 83 ayat (1) KUHAP-nya menyatakan,“Terhadap putusan praperadilan dalam hal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 79, Pasal 80, dan Pasal 81 tidak dapat dimintakan banding.”
Demikian hal itu dinyatakan oleh Mahkamah dalam putusan perkara nomor 65/PUU-IX/2011. Perkara ini dimohonkan oleh Tjetje Iskandar seorang Pegawai Negeri Sipil (Anggota Polri). Menurut Mahkamah, pokok permohonan Pemohon terbukti secara hukum. “Dalil Pemohon beralasan menurut hukum untuk sebagian,” ucap Ketua Mahkamah Konstitusi Moh. Mahfud MD, Selasa (1/5) di Ruang Sidang Pleno MK.
Menurut Mahkamah, Pasal 83 ayat (2) KUHAP tersebut bertentangan dengan Pasal 27 ayat (1) dan Pasal 28D ayat (1) UUD 1945 karena tidak mempersamakan kedudukan warga negara di dalam hukum dan pemerintahan serta tidak memberikan kepastian hukum yang adil.
Dengan kata lain, lanjut Mahkamah, pasal yang diuji tersebut memperlakukan secara berbeda antara tersangka/terdakwa di satu pihak dan penyidik serta penuntut umum di pihak lain dalam melakukan upaya hukum banding terhadap putusan praperadilan. Ketentuan demikian tidak sesuai dengan filosofi diadakannya lembaga praperadilan yang justru menjamin hak-hak tersangka/terdakwa sesuai dengan harkat dan martabatnya sebagai manusia.
Menurut Mahkamah, oleh karena filosofi diadakannya lembaga praperadilan sebagai peradilan yang cepat, untuk memberikan perlakuan yang sama terhadap tersangka/terdakwa dan penyidik serta penuntut umum maka yang dinyatakan bertentangan dengan UUD 1945 adalah pemberian hak banding kepada penyidik dan penuntut umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 83 ayat (2) KUHAP.
“Dengan meniadakan hak banding kepada kedua pihak dimaksud maka pengujian konstitusionalitas Pasal 83 ayat (2) KUHAP beralasan menurut hukum, sedangkan permohonan Pemohon mengenai pengujian konstitusionalitas Pasal 83 ayat (1) KUHAP tidak beralasan menurut hukum,” tegas Mahkamah. (Dodi/mh)