Satu lagi perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah Kabupaten di Aceh masuk ke meja persidangan Mahkamah Konstitusi (MK). Kali ini perkara PHPU Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah Aceh Barat Daya Tahun 2012 yang disidangkan untuk pertama kalinya di Ruang Sidang Panel, Lantai 2 Gedung MK, Selasa (1/5). Pemohon perkara yang teregistrasi dengan nomo 23/PHPU.D-X/2012, yaitu pasangan calon nomor urut 1 Akmal Ibrahim dan Lukman.
Sidang dimulai seperti biasa dengan perkenalan para pihak yang hadir dalam persidangan. Pihak Pemohon 23 dihadiri oleh kedua pasangan calon, Akmal Ibrahim-Lukman tanpa didampingi satu kuasa hukum pun. Sejatinya sidang kali ini juga diperuntukkan untuk permohonan Pemohon No.24/PHPU.D-X/2012 yang dimohonkan Sulaiman Adam dan Afdhal Jihad (Pasangan No.Urut 4). Namun, tidak ada satu orang pun dari pihak Pemohon 24 yang hadir pada sidang perdana itu sehingga Ketua Panel Hakim, Akil Mochtar menyatakan permohonan Pemohon 24 tersebut digugurkan. “Itu tidak serius. Undangan sudah disampaikan tapi tidak hadir, sudah permohonannya digugurkan saja,” ujar Akil.
Karena tidak didampingi kuasa hukum, Akmal Ibrahim menyampaikan sendiri pokok-pokok permohonan pihaknya. Akmal menyampaikan bahwa Termohon (KIP Aceh Barat) tidak pernah melaksanakan kewajibannya untuk memberikan salinan Daftar Pemilih Tetap (DPT) kepada para saksi pasangan calon, termasuk saksi Pemohon. Dengan tidak diberikannya salinan DPT tersebut para saksi pasangan Pemohon tidak bisa melakukan checklist DPT untuk disesuaikan dengan data di lapangan. Akibatnya, ujar Akmal, banyak pemilih yang tidak dikenal sebagai penduduk desa di beberapa lokasi TPS terdaftar di DPT dan dapat memilih.
“Termohon memang mengirimkan lewat PPK Kecamatan sebanyak 11 rangkap DPT namun oleh Termohon diminta kembali sebelum hari pencoblosan, sehingga saksi kami tidak bisa melakukan checklist DPT,” jelas Akmal.
Masih soal DPT, Akmal menyampaikan, saat hari H pemilihan didapati DPT versi Termohon berbeda dengan DPT versi PPS. Bahkan, Akmal menuding DPT versi Termohon kerap berubah-ubah sehingga tidak diketahui mana DPT yang benar dan mana yang palsu. Karena didapati ketidakjelasan DPT, pada hari pencoblosan ditemukan banyak anak-anak di bawah umur tanpa nomor induk kependudukan, orang yang sudah meninggal, dan orang yang berada di luar daerah ikut memilih atau diwakili memilih. “Akibat ketidakjelasan DPT, banyak pemilih yang tidak dikenal menggunakan hak pilih, sementara banyak yang sudah memiliki hak pilih ditolak untuk memilih dengan berbagai alasan,” ungkap Akmal.
Akmal juga menuturkan bahwa banyak penduduk yang memiliki hak pilih justru dengan sengaja tidak diberikan surat undangan untuk memilih oleh Termohon. Tidak heran kemudian Akmal menemukan banyak surat undangan yang tersisa di tiap-tiap TPS bahkan Akmal mengatakan surat undangan yang tersisan rata-rata berjumlah ratusan di tiap TPS. Menambahkan, Akmal meyakini bahwa rata-rata pemilih yang tidak mendapat surat undangan untuk memilih dikenal sebagai pendukung pasangan nomor urut 1, yaitu Akmal-Lukman.
Beralih ke tudingan lain, Akmal menyampaikan bahwa pihaknya mendapat perlakuan intimidasi dan tekanan yang berupa ancaman. Ancaman tersebut lebih ditujukan kepada para pendukung Akmal-Lukman. “Ada yang mengetuk pintu tengah malam, ada sekelompok orang bersenjata tombak dan rencong berdiri di simpang-simpang jalan untuk mengancam pendukung Pemohon,” tukas Akmal. (Yusti Nurul Agustin/mh)