Pelaksanaan Pemilihan Umum Kepala Daerah Gubernur Aceh diwarnai intimidasi.Terjadi pemukulan dan pengrusakan oleh pendukung Gubernur dan Wakil Gubernur Aceh terpilih Zaini Abdullah dan Muzakir Manaf. Akibatnya, para pemilih ketakutan dan banyak memilih pasangan tersebut.
Demikian hal tersebut diungkapkan oleh para saksi dari Pemohon dalam perkara Nomor 22/PHPU.D-X/2012, Senin (30/4). Pemohon dalam perkara ini adalah Pasangan Calon Kepala Daerah Irwandi Yusuf dan Muhyan Yunan.
Penganiayaan dan ancaman pembunuhan banyak dialami oleh pendukung Irwandi–Muhyan. Kejadian tersebut terjadi di beberapa tempat berbeda. Bahkan, menurut salah satu saksi, Dili Munansar, tak hanya penganiayaan fisik yang mereka terima, namun juga pengrusakan terhadap mobil yang mereka kendarai. “Oleh kader Partai Aceh,” katanya.
Bahkan, menurut Saksi Dedek Darmadi, di salah satu wilayah tidak ada yang mau menjadi saksi mandat bagi pasangan Irwandi–Muhyan. Sebab, sebelumnya telah terjadi pembunuhan yang diduga dilakukan oleh massa Partai Aceh (PA) di wilayah itu. Akibatnya, masyarakat menjadi takut untuk memilih pasangan lainnya.
Ketika beberapa saksi ditanya, bagaimana mereka mengetahui bahwa orang-orang dimaksud adalah dari PA, mereka menjawab bahwa mengenalinya dari atribut yang dipakai oleh para pelaku. “Karena dia pakai baret dan atribut seragam Satgas Partai Aceh,” jelasnya.
Kadaluarsa dan Tak Ada Saksi
Pada kesempatan yang sama, hadir pula dari Panitia Pengawas Pemilihan Umum Kepala Daerah (Panwaslukada) Aceh. Tampak diantaranya: Ketua Panwaslukada Nyak Arief Fadhillah dan Anggota Panwaslukada Askolani.
Menurut Askolani, terdapat 23 kasus yang ada dalam catatannya. Akan tetapi, hanya 12 kasus saja yang bisa ditindaklanjuti oleh pihaknya dan sisanya dinyatakan kadaluarsa. “11 kasus lainnya telah melampaui batas waktu,” katanya.
Namun, dari 12 kasus yang dianggap bisa dilanjutkan itu pun hampir semua tidak bisa ditindaklanjuti. “Karena para saksi tidak bisa memberi keterangan baik tertulis maupun lisan,” ujarnya. Akhirnya, laporan-laporan tersebut kemudian dianggap tidak memenuhi unsur pidana.
Askolani juga menyatakan bahwa kebanyakan laporan intimidasi dialami oleh pendukung pasangan Irwandi–Muhyan. Menurutnya, pihaknya tidak mendapatkan laporan dari masyarakat umum atau pemilih. Begitu pula terhadap penyelenggara. “Penyelenggara juga tidak ada,” tuturnya.
Aman dan Lancar
Selain mendengarkan kesaksian dari saksi Pemohon, Majelis Hakim Konstitusi yang diketuai oleh Ketua Mahkamah Konstitusi Moh. Mahfud MD ini juga sempat mendengarkan keterangan ahli dari Pihak Terkait. Ahli tersebut adalah Laica Marzuki dan Maruarar Siahaan.
Menurut Laica Marzuki, permohonan Pemohon tidak memenuhi syarat permohonan yang telah ditentukan oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku. Sebab, Pemohon sama sekali tidak mengajukan hasil penghitungan suara versi Pemohon. “Tidak mengajukan jumlah suara yang dipandang benar,” imbuhnya.
Apalagi, ia melanjutkan, berdasarkan kepada pernyataan para pejabat yang berwenang, telah menyatakan bahwa pelaksanaan Pemilukada Aceh telah dinilai berjalan tertib. “Pelaksanaan Pemilukada Aceh aman dan lancar,” tegasnya mengutip statemen Kepala Kepolisian RI Timur Pradopo.
Begitupula pernyataan dari Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Djoko Suyanto. Menurutnya, Djoko Suyanto pernah menyatakan bahwa Pemilukada Aceh berjalan dengan baik.
Sedangkan Ahli Maruarar Siahaan menilai bahwa Pemohon dalam permohonannya belum bisa mendalilkan bahwa telah terjadi pelanggaran secara terstruktur, sistematis, dan masif yang signifikan memengaruhi hasil Pemilukada Aceh. “Belum mampu secara proporsional dibuktikan oleh Pemohon,” tandasnya.
Saat berita ini dibuat, persidangan masih berlangsung. Pemeriksaan saksi-saksi dilakukan secara jarak jauh dengan menggunakan sarana video conference yang dimiliki oleh MK. (Dodi/mh)