UU Kepolisian No.2 tahun 2002, yang diajukan oleh Erik selaku Pemohon di Mahkamah Konstitusi (MK) telah memasuki sidang kedua. Dengan perkara No. 33/PUU-X/2012 ini, Pemohon yang datang sendiri tersebut mengatakan dirinya telah memperbaiki permohonannya.
“Kami sudah mencoba memperbaiki bagian sistematikanya. Sementara kedudukan hukum tidak banyak berubah,” tutur Pemohon saat mencoba menjelaskan perbaikannya di depan Majelis Hakim Konstitusi, yang dipimpin oleh Muhammad Alim, didampingi Akil Mochtar dan Anwar Usman, masing-masing sebagai anggota, Jumat (27/4) di Ruang Sidang Pleno MK.
Akan tetapi, Pemohon mengatakan, dia lebih banyak menambahkan dalam bagian pokok permohonan. “Lebih banyak pokok permohonan, yang kami sudah perbaiki secara spesifik terhadap masing-masing pasal,” ucapnya.
Kemudian selaku ketua panel, Alim mengesahkan bukti-bukti yang dimohonkan oleh Pemohon. “Bukti yang Anda ajukan kami nyatakan sah. Nanti selanjutnya Panel Hakim akan laporkan pada sidang pleno mengenai tindak lanjut dari permohonan saudara,” kata Alim saat mau mengakhiri persidangan menjelang sholat Jumat tersebut.
Seperti diwartakan sidang sebelumnya, Pemohon Erik mengujikan UU Kepolisian No. 2/2002, pada Pasal 15 ayat (1) huruf g, Pasal 15 ayat (2) huruf a, Pasal 15 ayat (2) huruf b, Pasal 15 ayat (2) huruf c, Pasal 16 ayat (1) huruf a, Pasal 17, Pasal 18 ayat (1), dan Pasal 18 ayat (2). Menurutnya, pasal-pasal tersebut bertentangan dengan Pasal 28, Pasal 28D ayat (1) dan Pasal 28E UUD 1945, sekaligus pasal-pasal tersebut tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.
Dalam salah satu keterangannya, Erik merasa keberatan mengenai kewenangan perizinan yang diselenggarakan oleh kepolisian sebagaimana ketentuan Pasal 15 ayat (2) huruf a UU Kepolisian. Hal demikian, kata dia, bertentangan dengan Pasal 28, Pasal 28D ayat (1) dan Pasal 28E UUD 1945.
Erik menambahkan penggunaan kata, “…kegiatan masyarakat lainnya…” yang dikaitkan dengan kewenangan pemberian izin, memberi batasan kewenangan yang tidak jelas. Selain itu, berpotensi menimbulkan penyelewengan serta tidak memberikan kepastian hukum karena luasnya cakupan kegiatan masyarakat.
Disisi lain, Erik juga menuturkan, ketentuan norma dalam pemberian kewenangan memberlakukan surat izin mengemudi kendaraan bermotor dalam Pasal 15 ayat (2) huruf c UU Kepolisian, telah melebihi kewenangan dan membatasi hak-hak konstitusional warga negara yang dijamin pada Pasal 28C Ayat (1) dan Pasal 27 Ayat (2) UUD 1945. (Shohibul Umam/ mh)