Silaturahmi Hakim Konstitusi dengan Masyarakat Indonesia di Turki
Kamis, 26 April 2012
| 16:02 WIB
Wakil Ketua MK Achmad Sodiki dan Hakim Konstitusi Maria Farida Indrati dan dampingi pejabat KBRI Ankara, Garnijanto Bambang Wahjudi memberikan sambutan dalam Silaturahmi Konstitusi di Wisma Duta Kedutaan Besar Indonesia Ankara, Turki (Selasa, 24 April 2012)
Ankara, Turki (Selasa, 24/10/2012)
Wakil Ketua MK Achmad Sodiki dan Hakim Konstitusi Maria Farida Indrati bersilaturahmi dengan masyarakat Indonesia di Wisma Duta, Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) Turki di Ankara pada Selasa (24/4). Kegiatan ini dilakukan disela-sela undangan Mahkamah Konstitusi Turki dalam acara simposium internasional dengan tema “Movement of Rights and Freedom in 21st Century and The Role of Constitutional Court” yang berlangsung di Turki 25-28 April 2012.
Hadir dalam kesempatan tersebut beberapa diplomat yang bertugas di KBRI Ankara serta mahasiswa Indonesia yang tergabung dalam Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) di Turki. Sambutan duta besar diwakili oleh Garnijanto Bambang Wahjudi yang menangani bidang Fungsi Politik. Bambang menyambut baik silaturahmi Wakil Ketua MK dan Hakim Konstitusi serta menyampaikan salam dari Ibu Duta Besar Nahari Agustini yang tidak dapat hadir karena sedang mengikuti kegiatan di Istanbul. “Semoga silaturahmi ini semakin menumbuhkan pemahaman akan konstitusi kepada seluruh masyarakat Indonesia di Ankara khususnya kepada para pelajar Indonesia yang sedang studi di Turki” ungkap Bambang.
Wakil Ketua MK Achmad Sodiki sangat berterima kasih kepada KBRI Ankara atas sambutannya serta silaturahmi yang digelar ditengah kesibukan dan tugas-tugas lainnya. Achmad Sodiki dalam kesempatan tersebut menyampaikan perihal Putusan UU Perkawinan (No.46/PUU-VIII/2010) yang sempat menuai kontroversi di Indonesia. Sodiki menegaskan bahwa putusan Mahkamah Konstitusi merupakan “judge made law” sesuai dengan kewajiban hakim untuk memberikan putusan yang seadil-adilnya dengan cara menggali, mengikuti, dan memahami nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat.
Putusan Mahkamah merupakan manifestasi dari upaya mengaktualkan nilai KeTuhanan Yang Maha Esa dan Kemanusiaan yang adil dan beradab dan sekaligus merupakan upaya nyata untuk proses dehumanisasi, sebaliknya merupakan upaya memanusiakan manusia. “Tugas hakim untuk memperluas keadilan (boni judicis est ampliare justitiam)”, tegas Sodiki.
Paparan mengenai putusan UU Perkawinan dilanjutkan oleh Hakim Konstitusi Maria Farida Indrati, potensi kerugian akibat perkawinan yang dilaksanakan tidak sesuai dengan UU 1/1974 merupakan risiko bagi laki-laki dan wanita yang melakukan perkawinan, tetapi bukan risiko yang harus ditanggung oleh anak yang dilahirkan dalam perkawinan tersebut.
“Pemenuhan hak-hak anak yang terlahir dari suatu perkawinan, terlepas dari sah atau tidaknya perkawinan tersebut menurut hukum negara, tetap menjadi kewajiban kedua orang tua kandung atau kedua orang tua biologisnya” tandas Maria sekaligus menutup penjelasannya.
Dalam sesi tanya jawab, pertanyaan kritis diajukan mahasiswa Indonesia yang sedang menempuh studi master di beberapa perguruan tinggi Turki. Akmal, mahasiswa Universitas Ankara menyinggung beberapa putusan MK terkait UU Perkawinan, UU Migas, serta Pemilukada. “Bagaimana peranan MK dalam memberikan perlindungan konstitusional masyarakat seperti dalam putusan kasus Machica, masalah kenaikan harga bahan bakar minyak dan mengadili hasil serta proses Pemilukada” ungkap mahasiswa jurusan administrasi publik ini. Pertanyaan lainnya diajukan oleh Baiquni, mahasiswa Univeritas METU yang mempersoalkan adanya benturan putusan MK dengan hukum Islam terkait putusan UU Perkawinan.
Silaturahmi konstitusi diakhiri dengan penyerahan cinderamata dari KBRI dan MKRI yang dilanjutkan dengan makan siang bersama. (M Mahrus Ali)